Suara.com - Untuk mendukung perkembangan pertanian Indonesia, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) menjalankan Program Flood Management in Selected River Basins (FMSRB). Program ini dilaksanakan di tiga wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Provinsi Banten, yakni Cidanau, Ciujung, dan Cidurian.
"Saya respons terhadap kegiatan ini, judulnya menarik, Flood Management in Selected River Basins. Artinya bagaimana kita memanfaatkan aliran sungai ini untuk bisa dimanfaatkan dalam rangka mensejahterakan petani untuk melakukan budidaya, baik itu tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan," kata Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL), Sabtu (8/5/2021).
Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kesiapan daerah dalam mengelola dan mengurangi (mitigasi) resiko banjir dan mengubah paradigma dari proyek pengendalian banjir menjadi pendekatan pengelolaan banjir terpadu.
Direktur Jenderal PSP, Sarwo Edhy mengatakan, pada program ini ada beberapa kegiatan. Pertama, berkaitan dengan konservasi lahan melalui penanaman pohon dan pembuatan terasering sesuai dengan konservasi lahan.
Baca Juga: IDI Dukung Penelitian Kementan, Eucalyptus Miliki Peluang Lawan Covid-19
"Kemudian ada juga konservasi air melalui embung. Embung ini, baik embung maupun parit, merupakan bank air, artinya bisa untuk menampung air dan dapat digunakan untuk mengairi komoditas pertanian di musim kemarau," jelasnya.
Para petani tidak hanya bisa melakukan budidaya pada musim hujan, tetapi bisa melanjutkan budidaya pada musim kemarau.
"Yang biasa panen sekali bisa menjadi dua kali, yang biasanya dua kali menjadi tiga kali dengan memanfaatkan air yang ditampung di dalam embung," tambah Sarwo.
Ketiga, ada pelatihan dan pendampingan petani. Ini sangat penting untuk menjadikan petani itu lebih pintar, lebih trampil dalam melakukan budidayanya.
Menurut Sarwo, saat ini sektor pertanian menuju pertanian modern.
Baca Juga: Kementan Sebut Food Estate Kalteng akan Jadi Kiblat Lumbung Pangan Nasional
"Yakni menuju ke mekanisasi. Kalau dulu, panen padi itu bisa 2 sampe 3 minggu baru selesai menjadi gabah, tetapi sekarang dalam waktu 3 jam dalam 1 hektare sudah bisa menjadi gabah, dengan mekanisasi pertanian menggunakan combine harvester," imbuh Sarwo.
Ia menambahkan, dengan kegiatan ini, para petani senang, karena mereka difasilitasi. Fasilitasi berkaitan dengan airnya, dengan irigasinya, dengan teraseringnya, sehingga para petani sangat senang dan hasilnya positif.
"Yang sudah berjalan untuk program ini ada 3 kabupaten, yakni Serang, Pandeglang dan Lebak. Ke depan, kalau program ini berlanjut, akan diterapkan juga untuk provinsi lainnya. Semoga tahun depan bisa juga berjalan di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, sesuai dengan kesepakatan bersama. Karena sifatnya on granting, maka harus ada penyiapan dana dari APBD. Ada bupati yang merespons dan ada bupati yang masih ragu terhadap program ini," tutur Sarwo.
Mohamad Baidowi, Konsultan Program FMSRB Kabupaten Lebak mengatakan, kegiatan FMSRB dilakukan melalui berbagai program. Seperti penanaman pada wilayah konservasi dan optimasi, pembangunan infrastruktur pertanian, serta program pemberdayaan berbasis gender berupa pelatihan dan pendampingan yang dilakukan terhadap kelompok tani penerima manfaat.
"Dengan harapan, terjadi peningkatan nilai tambah ekonomi keluarga petani, sehingga dapat mengangkat perekonomian masyarakat tani menuju kesejahteraan," ujarnya.
Menurutnya, untuk berangkat dari perspektif pemberdayaan, ada tiga hal sebagai aspek penting dalam menunjang keberhasilan pemberdayaan bidang pertanian. Pertama, pengembangan potensi lokal, program pembangunan seyogyanya didasarkan pada potensi lokal yang dimiliki.
"Potensi lokal sebagai aspek penting yang dimiliki masyarakat tidak dapat dinafikan, baik pada aspek SDM maupun SDA yang dimiliki, keduanya merupakan modal capital sebagai pondasi keberhasilan pemberdayaan," jelasnya.
Pemberdayaan yang diarahkan pada pengembangan potensi lokal seharusnya akan lebih memungkinkan untuk dilakukan secara efektif. Hal tersebut akan berkaitan dengan aspek cultural masyarakat yang dapat mendorong sikap dan prilaku masyarakat sesuai tujuan pemberdayaan yang diharapkan.
"Secara psikologis, masyarakat tani akan lebih cenderung menguasai apa yang mereka ketahui dan biasa mereka lakukan, sehingga diseminasi pemberdayaan yang didasarkan atas potensi lokal yang ada akan lebih efektif dalam memperluas pengetahuan, mendorong sikap dan perilaku masyarakat tani dalam melakukan arahan sesuai program yang dilakukan.
"Dengan hal tersebut, maka tujuan pemberdayaan diharapkan dapat tercapai," tambahnya.
Kedua, peningkatan kapasitas SDM bidang pertanian. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh petani, misalnya rendahnya kapasitas SDM yang dimiliki, rendahnya kapasitas tersebut pada akhirnya menjadi hambatan dalam pembangunan.
"Kapasitas yang rendah mengakibatkan diseminasi informasi dan adopsi inovasi dalam program pembangunan sulit dipahami dan dilakukan, sehingga peningkatan kapasitas SDM menjadi aspek penting yang harus dilakukan dalam pemberdayaan," tuturnya.
Peningkatan kapasitas dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pelatihan dan pendampingan oleh agen pemberdaya yang disesuaikan dengan aspek sosio-psikologis petani. Perlakuan tersebut menjadi harapan peningkatan daya saing, daya saring dan daya sanding petani, sehingga dapat terbentuk menjadi petani mandiri di masa yang akan datang.
Ketiga, modal sosial kelembagaan petani. Ini merupakan kekuatan yang dimiliki masyarakat sebagai aspek sosial dan budaya yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dilembagakan, tinjauan modal sosial didasarkan kepada tiga hal yaitu, rasa saling percaya, norma dan jaringan.
Baidowi berharap, Program FMSRB yang dilakukan pada tiga wilayah Banten ini menawarkan kemajuan pertanian di masa yang akan datang. Program penanaman tanaman multiguna dan pembangunan infrastruktur pertanian pada wilayah konservasi dan optimasi, membawa angin segar peningkatan produktifitas hasil pertanian yang mampu mendorong peningkatan ekonomi petani.
Selain itu, pelatihan dan pendampingan yang dilakukan sebagai proses pemberdayaan dapat menjadi media dalam meningkatkan kapasitas petani sebagai aspek dasar yang harus dimiliki dalam mendorong kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan.
"Semoga program FMSRB dalam bidang pertanian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan," tutup Baidowi.