Suara.com - Indonesia patut berbangga diri. Menjelang delapan tahun beroperasi, Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sudah melindungi sebanyak 223,9 juta jiwa atau lebih dari 82 persen total penduduk Indonesia. Pencapaian ini terbilang sangat pesat, jika dibandingkan negara-negara lain di dunia yang juga menerapkan sistem jaminan sosial.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti memaparkan, saat ini, pihaknya tengah berupaya mewujudkan cita-cita Universal Health Coverage (UHC) yang ditargetkan mencakup 98% penduduk Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Jerman, Belgia, Austria, Jepang, Korea Selatan dan sebagainya, progres pencapaian cakupan kepesertaan JKN-KIS Indonesia jauh lebih cepat.
Negara-negara Eropa rata-rata membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menjamin penduduknya dalam sistem jaminan sosial. Bahkan Jerman, negara tertua yang menerapkan mekanisme jaminan kesehatan sosial, memerlukan waktu 127 tahun, itu pun cakupannya tidak 100 persen melainkan sekitar 85 persen total penduduk setempat.
"Di Asia, Jepang menghabiskan 36 tahun untuk mendaftarkan seluruh warganya ke jaminan sosial, sementara Korea Selatan membutuhkan 12 tahun untuk meng-cover 92,7 persen populasi penduduknya," ujar Ghufron dalam webinar yang diselenggarakan oleh International Social Security Association (ISSA) pada Rabu, (5/5/2021).
Baca Juga: Target UHC, BPJS Kesehatan Bidik Koperasi dan UMKM Jadi Peserta JKN-KIS
Ghufron menekankan, pesatnya pertumbuhan peserta JKN-KIS juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas layanan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Untuk itu, BPJS Kesehatan berupaya menguatkan kualitas layanan di customer journey, salah satunya dengan mengurangi antrean pelayanan melalui pemanfaatan face recognition dan teknologi artificial intelligence.
"Saat ini sedang kita persiapkan dengan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas yang ada agar implementasinya di lapangan dapat berjalan lancar. Kami juga akan mempercepat koordinasi rujukan antarfasilitas kesehatan, mengoptimalkan bridging sistem informasi BPJS Kesehatan dengan layanan fasilitas kesehatan, serta memperkuat upaya edukasi publik mengenai JKN-KIS," kata Chairman of Technical Comission on Medical Care and Sickness ISSA tersebut.
Menurut Ghufron, sejumlah langkah BPJS Kesehatan dalam mengelola Program JKN-KIS secara efisien dan efektif tanpa menomorduakan mutu pelayanan. Pertama, dengan melakukan kredensialing dan re-kredensialing fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Kedua, menghadirkan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) untuk mengontrol kondisi peserta JKN-KIS yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus tipe dua. Selain itu, BPJS Kesehatan juga memiliki Program Rujuk Balik (PRB) bagi pasien JKN-KIS yang sakit kronis dan berada dalam kondisi stabil.
"Di samping itu, kami mengoptimalkan upaya digitalisasi untuk proses rujukan, telekonsultasi, antrean elektronik melalui Mobile JKN, hingga penagihan dan verifikasi klaim," katanya.
Baca Juga: Tunggakan BPJS Kesehatan di Kota Malang Tembus Rp 1 Triliun
Dari sisi administratif, BPJS Kesehatan juga menghadirkan layanan non tatap muka yang bisa diakses peserta JKN-KIS tanpa harus ke kantor BPJS Kesehatan, yakni dengan Pelayanan Administrasi melalui Whatsapp (PANDAWA), Mobile JKN, BPJS Kesehatan Care Center 1500 400, Chat Assistant JKN (CHIKA), Voice Interactive JKN (VIKA), hingga melalui direct message media sosial resmi BPJS Kesehatan.
"Prinsipnya, secara bertahap kami pun terus melakukan penyempurnaan di berbagai aspek demi kenyamanan dan kepuasan peserta JKN-KIS," tegas Ghufron.
Dalam webinar yang diselenggarakan ISSA tersebut, hadir pula sejumlah institusi penyelenggara jaminan sosial dari berbagai belahan negara lainnya, seperti Sosyal Guvenlik Kurumu (SGK) dari Turki, Rwanda Social Security Board (RSSB) dari Rwanda, National Health Insurance Service (NHIS) dari Korea Selatan, dan sebagainya.