Dorong Revisi PP 109/2012, Organisasi Antitembakau Dinilai Tak Beri Solusi

Iwan Supriyatna Suara.Com
Rabu, 28 April 2021 | 13:51 WIB
Dorong Revisi PP 109/2012, Organisasi Antitembakau Dinilai Tak Beri Solusi
Tembakau merupakan bahan utama rokok. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berbagai organisasi antitembakau yang mendorong upaya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dinilai tak memberikan solusi.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat penerima bantuan dana dari Bloomberg Initiatives yang notabene terkait industri farmasi global dinilai tak pernah memperhatikan nasib para petani dan pelaku usaha kecil yang terlibat dalam rantai pasokan Industri Hasil Tembakau (IHT).

Trubus Rahadiansyah, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Jakarta, menegaskan dorongan larangan total iklan dan promosi rokok yang menjadi bagian revisi PP 109/2012 akan memukul semua lini IHT, termasuk para petani. Padahal, jumlah petani tembakau di Indonesia sangat banyak.

“Mereka ini tidak punya solusi. Pokoknya dilarang tetapi solusi bagi petani tembakau dan buruh rokok tidak ada,” kata Trubus kepada wartawan di Jakarta, Rabu (28/4/2021).

Baca Juga: Industri Hasil Tembakau Tertekan, Revisi PP 109 Tak Relevan

Menurut dia, petani tembakau selama ini menjadi korban dari polemik mengenai IHT di tingkat elit. Padahal, aktivitas pertanian mereka sudah dilakukan secara turun-temurun. Petani tembakau, kata Trubus, tidak dapat serta-merta beralih profesi ke pekerjaan lain yang bukan keahliannya.

Selama ini, IHT merupakan salah satu sektor yang diatur dengan kebijakan yang sangat ketat. Beberapa di antaranya bahkan cenderung memukul. Di luar PP 109/2012, beberapa aturan yang cenderung melemahkan, antara lain, kenaikan tarif cukai tahunan dan pemberlakuan kawasan tanpa rokok (KTR) di sejumlah daerah.

“Itu semua aturan yang membunuh IHT,” tegas Trubus.

Dia menilai, pemerintah akan berhitung sangat keras saat mewacanakan revisi PP 109/2012. Setidaknya ada beberapa alasan yang membuat revisi PP 109/2012 tidak relevan dilakukan.

Pertama, pemerintah sedang memiliki fokus yang lebih penting, yakni penanganan pandemi COVID-19 yang sampai saat ini belum berakhir.

Baca Juga: Kadin Jatim : Revisi PP 109/2012 Tekan Keberlangsungan IHT

“Fokus ke pandemi dulu yang masih tinggi dibanding revisi PP 109/2012, yang sekarang hanya mengundang pro-kontra, sehingga tidak menjadi bumerang,” kata Trubus.

Kedua, pemerintah sedang mendorong investasi dan masuknya modal untuk mendongkrak ekonomi yang porak poranda. Pemerintah juga sangat memahami bahwa investasi di sektor IHT sangatlah besar, sehingga goncangan terhadap industri ini akan memantik instabilitas ekonomi dan pengangguran.

Revisi PP 109/2012 juga bertentangan dengan semangat investasi yang digaungkan seiring terbitnya Undang Undang Cipta Kerja. Kerangka regulasi menjadi faktor kunci dalam menciptakan iklim usaha yang positif.

Peraturan pusat daerah yang harmonis dan proses penyusunan kebijakan yang transparan dapat dikatakan absen selama wacana revisi PP 109/2012 digadang-gadang. Padahal, proses pembuatan kebijakan yang partisipatif dapat membuka peluang investasi di Indonesia.

Ketiga adalah terkait kebijakan keuangan negara. Selama ini, IHT telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam penguatan anggaran negara. Industri ini, kata Trubus, pernah berkontribusi lebih dari 60% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Revisi justru akan memicu maraknya rokok ilegal yang sama sekali tidak berkontribusi terhadap APBN.

Trubus menambahkan, IHT perlu diberikan kesempatan bertahan dengan cara memperbaiki tata kelola agar tak menghasilkan produk yang merugikan. Hal ini juga pastinya membutuhkan kontribusi semua pihak untuk turut mengendalikan dampak secara seimbang sehingga pengawasan memegang peran penting dalam implementasi kebijakan.

"Penelitian banyak ditunggangi dan dibiayai mereka yang antirokok. Harusnya pemerintah turun tangan membuat aturan dan kebijakan yang proporsional, jangan sampai banyak rokok ilegal dimana negara tidak mendapat pemasukan," tegas Trubus.

Sebagai catatan, sejak 2006 Bloomberg telah menggelontorkan dana hampir 1 miliar dollar AS untuk membiayai kampanye antitembakau di dunia.

Sebelumnya, Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta Waljid Budi Lestarianto menyatakan revisi PP 109/2012 akan membuat kinerja industri hasil tembakau semakin menurun. Revisi beleid ini juga akan memicu gelombang pengangguran di sektor IHT.

Menurut dia, aturan yang ada ada saat ini saja sudah sangat memberatkan. Apalagi, IHT harus menghadapi tekanan pasar akibat penurunan daya beli dan perlambatan ekonomi seiring pandemi COVID-19 yang belum berakhir.

Polemik wacana revisi PP 109/2012 terus- menerus dipolitisasi tanpa kejelasan dan ironisnya tidak pernah ada upaya melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses penyusunan kebijakan padahal syarat tersebut telah diamanahkan dalam peraturan dan perundang-undangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI