Suara.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat selama 5 tahun terakhir kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) RI mengalami penurunan yang cukup drastis rata-rata setiap tahun turun 2,27 persen.
Pusat Kajian Perdagangan Luar Negeri, Kemendag Nurlaila Nur Muhammad mengatakan, kinerja ekspor TPT mencapai 10,40 miliar dolar AS pada tahun 2020.
"Kinerja Ekspor TPT kita ini sebagian besar mengalami penurunan, baik tren sepanjang 2016 hingga 2020, begitu juga periode Januari-Februari 2021 ke Januari-Februari 2020," kata Nurlaila dalam diskusi virtual Indef bertajuk TPT Bangkit, Daya Beli Terungkit, Kamis (22/4/2021).
Nurlaila beralasan, selain karena faktor pandemi yang membuat permintaan produk tekstil RI menurun, hal lain juga disebabkan banyak ganjalan yang harus dihadapi produk tekstil RI di pasar ekspor.
Baca Juga: KPK Rapat Bersama Kementan dan Kemendag, Ini yang Dibahas
Salah satunya penerapan trade remedies yang dilakukan negara tujuan ekspor produk tekstil RI, inilah yang jadi hambatan besar yang dikeluhkan pengusaha dalam negeri.
"Negara-negara tujuan eksport utama TPT kita itu menerapkan kebijakan trade remedies, yakni India, Turki, Amerika, Vietnam dan Malaysia," ungkap Nurlaila.
Dari 5 negara tersebut, 4 diantaranya melakukan dumping terhadap produk tekstil RI, yakni India, Amerika, Vietnam dan Malaysia dan 1 lainnya melakukan safeguard yakni Turki.
Trade remedies merupakan instrumen yang digunakan untuk melindungi industri dalam negeri suatu negara dari kerugian akibat praktik perdagangan tidak sehat (unfair trade). Instrumen ini bisa berupa bea masuk anti-dumping (BMAD), bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP), atau safeguards.
Berdasarkan produknya, tekstil dan produk tekstil (TPT) paling banyak menerima tuduhan sebanyak empat kasus, bahan kimia empat kasus, produk baja tiga kasus, dan produk turunan kayu dua kasus. Kemudian, kasus otomotif, elektronika, dan aneka masing-masing sebanyak satu kasus.
Baca Juga: Pakaian Impor China dan Thailand Bikin Pengusaha Dalam Negeri Menjerit