“Anak-anak lebih fasih berbicara tentang beruang kutub atau dinosaurus, ketimbang tentang kuda Sumba karena banyak dijumpai di buku-buku terjemahan. Tapi kalau tentang kuda Sumba atau tentang elang Jawa, harusnya ditulis oleh orang Indonesia sendiri yang lebih menarik,” tambahnya.
Syarif Bando juga mengklasifikasi empat tingkatan literasi, yang menurutnya ampuh membantu memulihkan ekonomi dan reformasi sosial, terutama di masa pandemi saat ini.
Tingkatan tersebut yang pertama, tersedianya akses kepada sumber-sumber bahan bacaan baru yang terbaru (up to date). Kedua, kemampuan memahami bacaan secara tersirat dan tersurat.
Ketiga, kemampuan menghasilkan ide-ide, gagasan, kreativitas dan inovasi baru. Dan keempat, literasi adalah soal kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang bermanfaat bagi khalayak.
“Transformasi layanan dari Perpusnas berbasis inklusi sosial mampu menjawab keresahan dan kekhawatiran masyarakat saat situasi pandemi Covid-19. Keterlibatan peran masyarakat lewat bermacam aktivitas transformasi pengetahuan atau transfer knowledge, seperti pelatihan, tutorial, dan pendampingan kegiatan yang memiliki nilai ekonomis,” katanya.
Perpusnas juga memberikan pendampingan pilihan ekonomi masyarakat yang dikehendaki. Lalu mencarikan informasi agar bisa dipraktekkan agar mampu mendongkrak kemauan dari bawah dan mau berlatih hingga akhirnya mampu membangun usaha mikro sekelas home industry.
Perpustakaan nasional dengan program perpustakaan berbasis inklusi, sudah membuktikan bahwa masyarakat termarginalkan bisa menghasilkan usaha sekelas home industry yang paling rendah. Apalagi data mendukung bahwa hanya 10 persen penduduk Indonesia yang tembus ke perguruan tinggi. Sedangkan 90 persen sisanya langsung terjun ke masyarakat.
Menurut syarif, ini adalah potensi luar biasa yang harus direspon, karena cocok dengan potensi sumber daya melimpah yang ada di sekitar masyarakat bermukim.
“Literasi ini adalah kita menemui orang-orang termaginalkan untuk belajar bersama dengan buku-buku ilmu terapan, dengan internet, sampai mereka berdiri di atas kaki sendiri,” katanya.
Baca Juga: Percepat Pemulihan Ekonomi, Kadin Desak Realisasi Vaksinasi Mandiri
Syarif Bando kembali menyampaikan bahwa penguatan literasi di tanah air dari sisi hulu, yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh Perpusnas. Sayang, pemerintah juga memiliki keterbatasan dalam mencipkatan buku dalam jumlah yang banyak.