Suara.com - Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan semua pihak, sehingga tidak menimbulkan kerugian di satu sisi. Salah satunya, pada PT Perusahaan Gas Negara (PGN).
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah perlu memberikan perhatian pada permasalahan yang dihadapi BUMN, salah satunya sengketa pajak PT Perusahaan Gas Negara (PGN) atas transaksi tahun pajak 2012 dan 2013, sebab hal tersebut menjadi salah satu pemicu kerugian perusahaan pada 2020 sebesar 264,7 juta dolar AS.
"Kalau kerugian yang disampaikan laporan keuangan paling banyak pajak," kata Komaidi, di Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Menurut Komaidi, sengketa pajak tersebut seharusnya menjadi perhatian pemerintah di tingkat Kementerian Koordinator. Pasalnya, jika PGN merugi akibat membayar sengketa pajak akan mengurangi setoran dividen ke negara.
Baca Juga: Banyak Kegiatan Masak di Rumah, Pertamina Prediksi Konsumsi LPG Naik 7%
Selain itu, juga akan menghambat pembangunan infrastruktur gas untuk pemerataan penggunaan gas bumi.
"Itu seharusnya diselesaikan di pemerintah, masalah kantong kiri kantong kanan, kalau bayar pajak setoran deviden berkurang," jelas dia.
Komaidi melanjutkan, perhatian berikutnya pada penetapan harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU, kebijakan ini juga menjadi penyebab PGN rugi.
Kondisi ini diperparah oleh penyerapan gasnya tidak optimal sehingga membuat keuntungan sebagai penyalur gas yang kecil tergerus biaya operasi.
"Hal ini harus diperhitungkan pemerintah, sebenarnya nggak apa-apa tapi volumenya banyak, tapi simulasi itu meleset sehingga kerugiaan tidak bisa terhindarkan," ujarnya.
Baca Juga: Penetapan Harga Gas Membuat PGN Rugi Besar Pada 2020