PSBB Tidak Membuat Kualitas Udara Membaik Secara Substansial

Iwan Supriyatna Suara.Com
Rabu, 31 Maret 2021 | 09:00 WIB
PSBB Tidak Membuat Kualitas Udara Membaik Secara Substansial
Kualitas Udara Jakarta. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa kali momen birunya langit di Jakarta ketika penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama masa pandemi Covid-19 ternyata hanya visual saja dan tidak berpengaruh secara substansial terhadap membaiknya kualitas udara di Jakarta.

Hal ini diungkap oleh Analis Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Isabella Suarez. Ia mengungkapkan, kualitas udara di Jakarta selama pandemi memang menunjukan adanya penurunan tingkat polusi udara, dari 40 mikrogram per meter kubik PM 2.5 pada 2019, turun 2 poin jadi 38 mikrogram.

"Sebenarnya bukan penurunan yang sangat besar. (Angka tersebut) masih hampir tiga kali lipat dari tingkat paparan PM 2.5 udara tidak sehat yang direkomendasikan WHO. Hal ini masih sangat merugikan kesehatan manusia," ujar Isabella dalam sebuah video yang diunggah melalui akun komunitas Bicara Udara, ditulis Rabu (31/3/2021).

Lanjutnya, penurunan tingkat kualitas udara yang tetap terjadi selama pandemi Covid-19, justru mengkhawatirkan karena beberapa aktivitas di Jakarta dan di seluruh Indonesia berhenti dan beralih secara virtual selama tiga bulan ketika PSBB diberlakukan secara ketat.

Baca Juga: Polusi Sebabkan Penis Menyusut, Begini Langkah Pencegahannya

"Bahkan kami tidak melihat penurunan tingkat polusi udara (di Jakarta) secara substansial seperti yang kami lihat di belahan dunia lainnya," ungkapnya.

Jika dilihat lebih jauh, Jakarta bukan hanya satu-satunya kota besar dengan tingkat polusi udara di Indonesia. Isabella mengungkapkan bahwa kota lain seperti Tangerang Selatan memiliki 74,9 dari tingkat paparan PM 2.5 udara tidak sehat pada tahun lalu.

"IQAir melaporkan kota mana saja yang dimonitor dan dapat diakses datanya, yang memiliki PM 2.5 di atas level yang direkomendasikan, yakni Jakarta, Bekasi, Surabaya, Pekanbaru dan Ubud. Mereka memiliki PM 2.5 di atas 20 mikrogram per meter kubik pada tahun 2020," paparnya.

Untuk mengurangi dampak buruk tersebut, Isabella menyampaikan langkah yang harus dilakukan adalah dengan adanya transparansi data dan ini merupakan hal yang sedang digiatkan oleh banyak kelompok di lapangan.

Saat ini ada kelompok sektor swasta tertentu yang menyediakan teknologi agar kita dapat memantau dampak (polusi udara). Salah satunya adalah aplikasi bernama Nafas yang berdiri sejak tahun 2019 dan sudah memiliki begitu banyak alat monitoring udara di sekitar Jakarta.

Baca Juga: Ilmuwan Ini Sebut Polusi Udara Bisa Bikin Ukuran Penis Kecil

Ketika data mengenai kualitas udara yang baik semakin mudah diakses, maka hal itu akan membantu untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan pada gilirannya membantu semua pihak untuk memperbaiki kualitas udara.

"Mereka sedang berkembang. Mereka akan menunjukkan Anda lokasi tertentu di kota dan tingkat polusi udara di lokasi tersebut. Data tersebut dapat diakses setiap jam, setiap hari. Jadi, Anda sadar betul tentang apa yang sedang Anda hadapi," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI