Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyelesaikan draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU Sektor Keuangan.
Di dalam RUU tersebut, akan ada campur tangan Menteri Keuangan dalam penunjukan Dewan Pengawas Bank Indonesia (BI) dan Dewan Pengawas Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menanggapi hal ini, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengungkapkan, Badan Supervisi untuk Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebaiknya tetap berada di bawah DPR dan sejajar dengan pemerintah.
Hal ini untuk menghindari kesan dan praktek intervensi dari pemerintah terhadap independensi kedua lembaga ini.
Baca Juga: Suku Bunga Turun, Bank Jadi Pelit Salurkan Kredit
"Badan Supervisi jangan sampai berada dibawah kementerian keuangan atau pemerintah. Kalau hal ini terjadi, independensi dari setiap lembaga akan menjadi sensitif,” ujar Piter Webinar InfobankTalknews, Selasa (30/3/2021).
Untuk diketahui, saat ini sudah ada lembaga yang mengawasi BI yakni Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Sedangkan lembaga Supervisi untuk mengawasi OJK sejauh ini belum ada.
Lebih lanjut, Piter menyatakan, independensi lembaga negara seperti BI, dan OJK akan menyangkut kepercayaan masyarakat di dalam dan luar negeri.
Sehingga, segala kesan dan upaya intervensi pemerintah terhadap independensi lembaga keuangan harus diminimalisir. Dirinya pun setuju, bahwa peran dan independensi disetiap lembaga tersebut harus diperkuat.
"Saya kira penguatan pengawasan tidak berarti harus berada di bawah kementerian keuangan," tegas dia.
Baca Juga: Bos BI Tak Bosan Ingatkan Perbankan Segera Turunkan Bunga Kredit
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani berpendapat, selain Bank Indonesia dan OJK, lembaga independen seperti LPS perlu adanya peran yang lebih luas dari lembaga ini, guna mengantisipasi permasalahan lembaga keuangan di masa krisis.
Apalagi, dirinya melihat secara historis rentang waktu terjadinya krisis semakin lama semakin pendek. Oleh karena itu, menurutnya sektor keuangan harus dibuat kebijakan yang lebih mampu mengantisipasi ketika krisis itu terjadi
Selama ini UU LPS hanya membolehkan lembaga tersebut melakukan penanganan setelah bank sudah dinyatakan gagal. Imbasnya, negara merogoh kocek lebih dalam untuk menyehatkan bank.
"Pengalaman kemarin banyak investor mau ambil bank, tapi maunya yang good asset. Bad assetnya yang tidak mau. Karena tidak bisa dilakukan, maka banyak investor tidak jadi ambil bank," katanya.