Suara.com - Peningkatan kesadaran masyarakat atas kesehatan mendorong pakar ekonom dan kebijakan publik untuk merekomendasikan kebijakan yang suportif terhadap produk yang memiliki risiko lebih rendah, seperti produk tembakau alternatif.
Hal ini menjadi pembahasan utama dalam konferensi virtual yang diselenggarakan oleh Western Economics Association International (WEAI) pada pekan lalu.
Dalam konferensi tersebut, sejumlah akademisi dari Korea Selatan memaparkan hasil riset mereka terkait kebijakan pengendalian tembakau, di mana kebijakan tersebut tidak hanya bertujuan untuk mengurangi penggunaan konsumsi rokok yang memiliki risiko yang tinggi, tetapi juga memiliki manfaat dalam aspek ekonomi.
Profesor dari Sekolah Ekonomi Universitas Yonsei, Sun-Ku Hahn, mengatakan berdasarkan riset yang dilakukan pihaknya, terdapat tendensi yang kuat bagi perokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko dan sepenuhnya berhenti merokok.
Baca Juga: Rokok Elektrik Dilarang di KTR? Begini Penjelasan Satpol PP Kota Joga
Selain itu, riset tersebut juga menyimpulkan bahwa produk tembakau alternatif terbukti tidak menjadi pintu masuk seseorang untuk mencoba rokok.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo, menyambut baik hasil riset dari para akademisi dan ekonom kelas dunia tersebut.
Menurutnya, hal ini dapat menjadi acuan bagi Indonesia dalam menerapkan kebijakan pengendalian tembakau yang berfokus pada pengurangan risiko.
Selama ini kebijakan pengendalian tembakau masih mengabaikan temuan-temuan empiris yang menujukkan efektivitas penerapan pengendalian tembakau dengan pendekatan pengurangan risiko.
Contohnya adalah Korea Selatan. Meski Pemerintah Korea Selatan belum menerapkan kebijakan yang berbasis pengurangan risiko, namun mereka menyambut baik produk tembakau alternatif.
Baca Juga: Sanksi Denda Pelanggaran di KTR Belum Berlaku, Pemkot Jogja: Masih Pandemi
"Terbukti bahwa baru dengan penerimaan produk tembakau alternatif saja, mereka berhasil mengurangi jumlah perokoknya," ujar Ariyo Bimmo dalam keterangannya, Kamis (25/3/2021).
Bimmo menyimpulkan bahwa Indonesia dapat mengadopsi praktik kebijakan berbasis pengurangan risiko yang sudah berhasil diterapkan oleh sejumlah negara, seperti Jepang, Swedia, dan Selandia Baru.
Indonesia perlu melakukan riset yang mendalam mengenai produk tembakau alternatif, yang terdiri dari produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, snus, dan kantung nikotin, sehingga bisa mendapatkan fakta-fakta dan potensi yang dimiliki oleh produk tersebut.
"Informasi yang berdasarkan hasil kajian ilmiah mengenai profil risiko yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif juga perlu disampaikan kepada masyarakat luas, khususnya perokok dewasa, sehingga konsumen dapat menentukan pilihan yang berimbang berdasarkan informasi tersebut," imbuhnya.