“Untuk pengawasan harga rokok, Dirjen Bea Cukai melakukan monitoring HTP per tiga bulan, dari warung, swalayan, minimarket, untuk melihat tingkat harga apakah sudah bergerak atau disesuaikan dengan cukai,” katanya.
Sebelumnya kata Febri, terjadi peningkatan konsumsi rokok pada masyarakat selama pandemi karena beralihnya masyarakat ke rokok murah. BKF memprediksi bahwa konsumsi rokok akan turun hingga di bawah 300 miliar batang, namun faktanya tren konsumsi rokok hanya mengalami penurunan sebesar 9,7% dari 2019.
“Terjadi perubahan market share, kalau kita bagi lagi pada jenis layernya ternyata penurunan terbesar memang pada rokok-rokok golongan atas yaitu golongan 1, tapi di golongan yang bawah itu tumbuhnya positif. Nampaknya konsumen mengkompensasi konsumsi ke rokok-rokok yang lebih murah atau downtrading,” ujar Febri.
Menurutnya konsumsi rokok memang bersifat inelastis karena dampak harga yang menyebabkan konsumen rokok memiliki pilihan antara berhenti, mengurangi, atau mencari alternatif rokok yang lebih murah.
Keberadaaan rokok murah di pasaran menjadi salah satu pemicu tingginya tingkat konsumsi rokok masyarakat Indonesia. Tidak heran jika dari tahun ke tahun prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat, khususnya perokok anak dan remaja.