Suara.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dia menyoroti betapa besar pengaruh konsumsi rokok di Indonesia dengan peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja. Kondisi ini tentu menghambat cita-cita Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
“Saya mengajak semua pihak untuk makin memperkuat komitmen untuk menurunkan prevalensi perokok,” ujar Budi pada acara Webinar Nasional Bersama Akhiri Epidemi Rokok dan Pandemi COVID-19 di Indonesia secara virtual, ditulis Jumat (19/3/2021).
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, pihaknya kini tengah menyusun strategi kolaborasi untuk peta jalan pengendalian tembakau di Indonesia yang sesuai dengan arah kebijakan RPJMN 2020-2024.
Baca Juga: Duh! PPKM Sebabkan Pengiriman Tembakau dari Magelang jadi Terlambat
Pungkas mengatakan prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat karena kebiasaan merokok sudah dimulai sejak dini. Ia menambahkan bahwa konsep pengendalian tembakau perlu menggunakan pendekatan holistik dan komprehensif.
“Kita tidak bisa mengendalikan rokok dari satu sisi, harus ada dari edukasi juga, ada juga tax policy, bahkan peningkatan suplai tembakau. Kalau regulasi ini terus diputar, ada sektor yang terkait yaitu kesehatan, pertanian, ekonomi, komunikasi, media. Maka perlu dialog antarsektor,” ujarnya.
Peningkatan prevalensi perokok ini dinilai terjadi karena keterjangkauan harga rokok masih sangat murah di pasaran yang salah satunya disebabkan praktik pelanggaran penjualan rokok di bawah harga pita cukai.
Soal kebijakan harga di bawah pita cukai ini, Pemerintah diharapkan untuk dapat melakukan pengawasan lebih serius agar akses dan keterjangkauan rokok tidak makin terbuka, khususnya pada anak-anak dan remaja.
Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febri Pangestu mengatakan instrumen kebijakan Kemenkeu untuk pengendalian konsumsi tembakau telah mencakup tarif cukai dan harga rokok.
Baca Juga: Sudah 10 Ribu Perawat Terpapar Corona, 275 Meninggal Dunia
“Kami juga mengatur harga transaksi pasar (HTP) yang merespons praktik di lapangan, apabila tidak ada pengaturan harga, perusahaan memainkan dengan menjual rokok cukup murah. Karena perusahaan besar punya pabrikan besar sehingga bisa menekan harga menjadi rendah,” ujar Febri.
Soal pengawasan harga, Febri memastikan bahwa Kementerian Keuangan melakukan pemantauan secara berkala.
“Untuk pengawasan harga rokok, Dirjen Bea Cukai melakukan monitoring HTP per tiga bulan, dari warung, swalayan, minimarket, untuk melihat tingkat harga apakah sudah bergerak atau disesuaikan dengan cukai,” ujarnya.
Secara keseluruhan industri, BKF sebelumnya memprediksi konsumsi rokok akan turun selama 2020 akibat pandemi COVID-19 namun ternyata penurunannya tidak sedalam yang diprediksi karena adanya perubahan pada tren pasar yang beralih ke rokok murah.
“Terjadi perubahan pasar, karena terjadi penurunan produksi terbesar pada rokok golongan 1, tetapi golongan bawah tumbuh positif. Akhirnya konsumen mengkompensasi ke rokok yang lebih murah,” katanya.