Suara.com - BPJS Kesehatan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepakat menjalin kerjasama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Sinergitas Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Melalui sinergi ini diharapkan dapat mendukung BPJS Kesehatan dalam mengoptimalkan implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN- KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Terdapat beberapa ruang lingkup cakupan Nota Kesepahaman tersebut diantaranya kerja sama hal data dan/atau informasi serta penerapan sistem pencegahan korupsi.
Untuk sinergi terkait data dan informasi, BPJS Kesehatan mendukung adanya Portal JAGA KPK. BPJS kesehatan telah memfasilitasi pemberian data melalui web service terdiri dari data profil Puskesmas, data dana kapitasi dan jumlah peserta tiap Puskesmas, data kepesertaan JKN dan panduan JKN.
Sementara itu, terkait dengan sinergi sistem pencegahan korupsi, rencana program yang akan dilakukan menerapkan dan meningkatkan kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), menerapkan Program Pengendalian Gratifikasi dan manajemen anti suap dan menerapkan whistleblowing system.
Selain itu, kesepahaman ini juga sebagai acuan dalam melaksanakan program inisiatif antikorupsi termasuk kegiatan kampanye atau sosialisasi, pendidikan dan pelatihan antikorupsi serta penelitian dan pengembangan.
Lebih jauh diharapkan MoU ini dapat memperkokoh upaya pencegahan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan Program JKN-KIS.
“Dalam mengelola Program JKN, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara diberikan amanah untuk mengelola dana publik, yaitu Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, suatu dana amanat yang dipergunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan para peserta JKN. Dana amanat inilah yang harus kami kelola dengan tetap menjaga akuntabilitas, penuh tanggung jawab dan dengan komitmen tinggi dari seluruh jajaran BPJS Kesehatan,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Kamis, (18/3/2021).
Sementara itu, Direktur Pengawasan, Pemeriksaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Mundiharno mengungkapkan, untuk melaksanakan upaya tersebut, dalam 6 tahun penyelenggaraan Program JKN, BPJS Kesehatan selalu berhasil meraih opini WTP atau disebut juga Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) secara berturut-turut untuk pengelolaan keuangan Dana Jaminan Sosial dan Dana BPJS.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga terus berupaya untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Governance dalam pengelolaan Program JKN-KIS, termasuk dalam implementasi Kode Etik BPJS Kesehatan di seluruh unit kerja se-Indonesia.
Upaya untuk menjaga Good Governance juga dilakukan dengan patuh dan tertib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). BPJS Kesehatan menjadi salah satu instansi yang tuntas 100% menyampaikan LHKPN sebelum masa periode laporan berakhir sejak tahun 2018-2020.
Upaya penerapan Good Governance juga terwujud dengan penerapan pengendalian gratifikasi, whistleblowing system serta penanaman nilai integritas sebagai salah satu komponen tata nilai organisasi.
Lebih lanjut Mundiharno, sinergi ini diharapkan dapat memperkuat sistem Pencegahan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan Program JKN. Direncanakan keduanya akan melaksanakan Piloting atau joint activity program pencegahan kecurangan pada area dengan risiko tinggi.
Selain itu dilaksanakan, audit tematik bersama dan pemaparan publik terkait peningkatan awareness fasilitas kesehatan dan stakeholders pada pencegahan dan pengendalian fraud. Diharapkan pula KPK dapat berperan sebagai salah satu Aparat Penegak Hukum dapat menjadi alternatif untuk membantu penyelesaian hasil temuan kasus terindikasi kecurangan.
“Sinergi ini tentunya juga akan sangat bermanfaat dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi maupun kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum dari pihak manapun dalam penyelenggaraan Program JKN, sehingga Dana Jaminan Sosial dapat benar-benar dipergunakan dengan efektif dan efisien dalam membiayai pelayanan kesehatan peserta,” tambah Mundiharno.
Ketua KPK Firly Bahuri mengungkapkan dukungannya terhadap Program JKN-KIS. Menurutnya korupsi terjadi jika sistem yang dibangun lemah.
"Diharapkan apa yang sudah dicapai selama ini dapat terus ditingkatkan. Bagi institusi yang tersebar di seluruh Indonesia tidak mudah meraih opini WTP," ujar Firly.