Suara.com - Pembentukan integrasi ekosistem (holding) ultra mikro yang melibatkan tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diyakini dapat melawan pemain teknologi finansial (financial technology/fintech) bodong di masa pemulihan ekonomi tahun ini.
Ketiga BUMN yang akan diintegrasikan tersebut yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Adapun BRI akan menjadi induk dari integrasi ekosistem untuk ultra mikro ini.
Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo mengatakan pembiayaan produktif kepada pelaku UMKM khususnya segmen uktra mikro oleh perusahaan teknologi finansial (tekfin) masih cukup marak pada masa pandemi ini.
Bahkan, tekfin bodong yang belum berizin pun masih dapat memanfaatkan ceruk pembiayaan segmen mikro, yang justru memperlambat kemampuan pemulihan ekonomi nasional.
Baca Juga: Fintech P2P Lending Wajib Lapor Mulai 1 April
Holding ultra mikro, menurut Andreas, dapat membantu melawan tekfin bodong dengan meningkatkan ekspansi ke pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang unbankble, melalui integrasi data dan penawaran suku bunga pembiayaan lebih rendah.
"Pendanaan yang dilakukan fintech ke segmen mikro ini sudah sangat besar. [Masyarakat] unbankable juga sangat besar. Bahkan banyak juga juga mendapatkan dari fintech bodong dan rentenir. Holding ultra mikro bisa jadi solusi," jelas Andreas dalam keterangan persnya, Senin (15/3/2021).
Dia menyampaikan cost of fund BRI saat ini sudah sangat rendah. Bahkan rasio dana murah BRI semakin kuat di masa pandemi tahun lalu. Terlebih Bank Indonesia (BI) juga terus mendorong perbankan termasuk BRI untuk dapat meningkatkan efisiensi beban dana.
Dengan momentum tersebut, Andreas menyampaikan beban dana murah dapat ditransfer ke Pegadaian dan PNM, sebagai entitas yang masuk ke dalam integrasi ekosistem ultra mikro ini.
Di samping itu, upaya tersebut juga akan semakin optimal dengan integrasi data, sehingga prediksi terkait kinerja pelaku ultra mikro dapat lebih presisi. Dengan adanya holding juga dinilai akan mampu memberi pinjaman lebih cepat bagi pelaku usaha dan menarik pelaku ultra mikro dari fintech bodong dan rentenir.
Baca Juga: Fintech Pinjam Modal Dukung Perkembangan UMKM Tanah Air
Saat ini jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 57 juta. Dari jumlah itu, baru 15 juta pelaku UMKM yang sudah mendapat layanan keuangan dari lembaga formal (bank, tekfin, perusahaan gadai). Sisanya, masih mendapat layanan keuangan dari rentenir atau mengandalkan bantuan kerabatnya, dan bahkan belum terlayani lembaga keuangan formal dan informal.
"Jangan lupa efisiensi bisnis juga akan membuat holding lebih kuat. Tidak akan ada pemangkasan karyawan, tetapi karyawan saat ini akan lebih banyak ditempatkan pada pendampingan pelaku UMKM. Ini justru lebih bagus," imbuh Andreas.