DPR Tunggu Masukan Pemangku Kepentingan Untuk Bahas UU Penyiaran

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 12 Maret 2021 | 12:56 WIB
DPR Tunggu Masukan Pemangku Kepentingan Untuk Bahas UU Penyiaran
Ilustrasi UU Penyiaran [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bahwa revisi undang-undang (UU) Nomor 32/2002 tentang Penyiaran belum akan dilakukan dalam waktu dekat, kendati telah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021. Hal tersebut dikarenakan DPR masih memiliki prioritas penyusunan aturan lain.

Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid menjelaskan para anggota parlemen belum memiliki sikap yang bulat mengenai rencana revisi UU Penyiaran. Terutama terkait dengan substansi mengenai rokok. Apalagi, DPR kini sedang fokus membahas mengenai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

“Di Badan Legislatif sendiri terjadi dinamika, sehingga belum bisa diputuskan,” kata Meutia dalam webinar di Jakarta akhir pekan lalu.

Ia menjelaskan, rencana revisi UU Penyiaran sejatinya didasari oleh kebutuhan dilakukannya penyesuaian seiring perkembangan teknologi penyiaran.

Baca Juga: Sejumlah UU yang Atur Bidang Pendidikan Perlu Diharmoniskan

Politikus Partai Golkar, Meutya Hafid. (Suara.com/Ria Rizki)
Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid . (Suara.com/Ria Rizki)

Beberapa poin yang tidak kalah pentingnya dalam revsisi UU Penyiaran antara lain menyangkut pembagian kewenangan atributif penyiaran nasional pada Menteri Komunikasi dan Informatika serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Selain itu, terdapat juga pembahasan mengenai digitalisasi penyiaran televisi terestrial dan analog switch off (ASO), pemanfaatan kemajuan teknologi penyiaran, penguatan TVRI dan RRI melalui pembentukan Radio dan Televisi Republik Indonesia, serta beberapa poin lainnya.

“Belum ada pembahasan substansi khusus di pengendalian tembakau atau larangan iklan rokok,” ungkap Meutia.

Apalagi, pembahasan mengenai hal tersebut juga harus memperhitungkan undang-undang lain yang terkait.

Agung Suprio, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, menambahkan pengaturan mengenai iklan rokok juga berhubungan dengan peraturan lain.

Baca Juga: KPK harus Jadi Leading Sector bagi Pemberantasan Korupsi

“Semua perlu harmonisasi oleh badan legislasi sehingga tidak bertabrakan,” katanya.

Dia menjelaskan, iklan rokok di televisi sesungguhnya relatif sudah bersih dan minim pelanggaran terhadap aturan pembatasan yang sudah ditetapkan sesuai undang-undang.

Buktinya, sepanjang tahun 2020 dari 90 iklan yang melanggar, KPI hanya menemukan enam iklan rokok yang melanggar.

Sesuai peraturan dan perundang-undangan, para pemangku kepentingan harus diundang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk memberikan masukan terhadap poin-poin pembahasan UU Penyiaran.

Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan diharapkan dapat diimplementasikan secara efektif dan bermanfaat bagi masyarakat luas serta mampu menjawab tantangan pengaturan dengan baik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI