Suara.com - BPJS Kesehatan kembali memperoleh berbagai masukan dan saran dari fasilitas kesehatan, asosiasi kesehatan, dan organisasi profesi, dalam “BPJS Kesehatan Mendengar”, Rabu (10/3/2021). Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Kuntjoro Adi Purjanto mengatakan, BPJS Kesehatan perlu menyempurnakan aplikasi dan teknologi informasi untuk mempercepat proses bisnis rumah sakit.
“Misalnya melakukan percepatan proses klaim lewat implementasi verifikasi elektronik. Harapan kami, ke depan, semua rumah sakit dapat menjadi mitra BPJS Kesehatan, serta rujukan tidak lagi dibatasi jarak namun berbasis kompetensi dan kapasitas pelayanan. Kami juga berharap, BPJS Kesehatan bersama pihak-pihak terkait bisa segera melakukan aktivasi tim pencegahan kecurangan,” ujarnya.
Penyesuaian tarif kapitasi dan tarif INA CBG’s pun menjadi sorotan dalam sesi “BPJS Kesehatan Mendengar” kali ini. Seperti halnya disampaikan oleh Ketua Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN), Eddi Junaidi.
Menurutnya, BPJS Kesehatan perlu berkoordinasi dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mulai mengkaji tarif yang baru. Pasalnya, tarif kapitasi sudah enam tahun tidak mengalami perubahan, sementara biaya obat, alat kesehatan, barang medis habis pakai, dan sebagainya mengalami kenaikan yang luar biasa, terlebih di saat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Dirut BPJS Kesehatan: Pandemi Covid-19 Mendorong Kita Berinovasi
“Harapan kami, tarif kapitasi bisa ditinjau sesuai dengan nilai keekonomian saat ini. Masukan lainnya, harapan kami setiap BPJS Kesehatan melakukan kredensialing, sebaiknya libatkan asosiasi fasilitas kesehatan karena mereka juga akan melakukan pembinaan terhadap fasilitas kesehatan. Kami harap ada toleransi penilaian Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan (KBK),” ujar Eddi.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Dewan Pertimbangan Klinis (DPK), Agus Purwadianto. Ia mengatakan, problematika JKN-KIS masih berpusat di tarif pembayaran, apalagi terdapat perbedaan tarif INA CBG’s antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya.
Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA) Jawa Timur, Atok Irawan juga menilai, besaran tarif INA CBG’s harus disesuaikan untuk mendukung cashflow rumah sakit yang sehat.
“Kami juga berharap, BPJS Kesehatan bersama pemangku kepentingan terkait bisa mengkaji kenaikan tarif kapitasi dokter gigi di FKTP dengan memperhatikan kenaikan inflasi dan biaya Alat Pelindung Diri (APD) semasa pandemi Covid-19,” imbuh Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), Ugan Gandar.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto mengatakan bahwa kehadiran Program JKN-KIS hendaknya dipandang sebagai investasi jangka panjang yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ia menilai, dibutuhkan kebersamaan dan kekompakan seluruh stakeholders JKN-KIS untuk menjaga mutu layanan.
Baca Juga: Makin Mudah, Registrasi Autodebit BPJS Kesehatan Kini Bisa Lewat Mobile JKN
“Saran kami, komunikasi BPJS Kesehatan dengan IDI dan stakeholders lainnya harus ditingkatkan. Misalnya jika akan membuat regulasi, sebaiknya kita bahas bersama terlebih dulu. Jika ada masalah, kita selesaikan dengan mediasi dan audit medis terlebih dulu sebelum menerbitkan regulasi di bidang pelayanan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) Pusat, Adang Bachtiar menyampaikan bahwa ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi untuk menjaga sustainabilitas kinerja JKN-KIS di era pandemi Covid-19, misalnya dengan memberdayakan keluarga untuk sehat dengan menguatkan peran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), membangun sistem informasi kesehatan satu data dengan P-Care sebagai basis data tata kelola pengetahuan, serta menciptakan program-program BPJS Kesehatan yang mampu memprediksi perilaku dan kebutuhan kesehatan.
“Kinerja BPJS Kesehatan harus objektif dan real time. Mutu pelayanan harus terus dijaga dan bersifat kontinu. Saya yakin BPJS Kesehatan punya integritas yang kuat untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Kami dari TKMKB siap memberikan saran berbasis data untuk mendukung berbagai opsi kebijakan BPJS Kesehatan yang mendorong terciptanya sustainabilitas program,” kata Adang.
Aspirasi juga datang dari Ketua Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assesment), Budi Wiwieko yang meminta agar BPJS Kesehatan dapat melakukan optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan mahadata (big data) kesehatan guna mendukung pemilihan topik dan percepatan pelaksanaan studi. Selain itu, ia juga berharap BPJS Kesehatan dapat mendukung pengembangan studi HTA untuk metode penapisan (screening) dan intervensi dini penyakit katastropik, mengalokasikan dana khusus BPJS Kesehatan untuk studi HTA, serta melakukan kolaborasi dalam mempublikasikan hasil studi kepada masyarakat.
“Kami sangat mengapresiasi acara BPJS Kesehatan Mendengar. Saran kami, yang perlu diperhatikan ke depan antara lain BPJS Kesehatan bisa meningkatkan kapasitas FKTP melalui rujukan horizontal, melakukan penjaminan mutu atau sertifikasi kompetensi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, melakukan penyempurnaan kredensialing bersama Dinas Kesehatan dan Puskesmas, melakukan integrasi pembiayaan kesehatan, serta mengaktifkan upaya pencegahan kecurangan dengan mengalokasikan dana khusus bagi tim pencegahan kecurangan di daerah dan ada kerangka target kerja yang jelas,” kata Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes) M. Subuh.
Selain para pembicara tersebut, BPJS Kesehatan Mendengar sesi juga dihadiri oleh Ketua Bidang JKN Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Prih Sarnianto; Wakil Ketua Umum Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Indonesia (PKFI), Fakhrurrozi; Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Susi Setiawaty; Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Harif Fadhillah; Ketua Asosiasi RS Gigi dan Mulut Pendidikan (ARSGMPI), Julita Hendrartini; dan Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi.
“Asupan dari fasilitas kesehatan, asosiasi kesehatan, dan organisasi profesi ini sangat bermanfaat bagi kami dalam menyusun dan menjalankan rencana strategis untuk lima tahun ke depan. Kita akan memetakan dan memprioritaskan sesuai dengan kapabilitas, kompetensi, dan sumber daya yang ada. Kami akan mengkoordinasikannya juga dengan kementerian lembaga lain,” ucap Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Tubagus Achmad Choesni juga mengapresiasi kegiatan BPJS Kesehatan Mendengar yang merupakan salah satu quick win para jajaran Direksi BPJS Kesehatan baru.
Menurutnya, BPJS Kesehatan Mendengar adalah langkah yang patut diacungi jempol karena melibatkan banyak masukan dari seluruh stakeholders JKN-KIS untuk perbaikan yang lebih komprehensif.
“Perjalanan JKN-KIS mengalami dinamika luar biasa. Hal ini adalah pembelajaran bagi kita semua untuk menuju sistem yang lebih baik. Tidak mudah mengelola JKN-KIS dengan kompleksitas yang beragam. Segala masukan ini nantinya akan dipertimbangkan untuk menjadi aturan yang sistematik. Dewas direksi BPJS Kesehatan harus selalu berpegang pada Undang-Undang SJSN dalam bertugas, harus bersatu padu bekerja keras dan cerdas, dengan menerapkan tata kelola organisasi yang baik,” pesannya.