Suara.com - Harga minyak mentah dunia turun menjadi sekitar 68 dolar AS per barel. Penurunan harga ini dikarenakan memudarnya kekhawatiran gangguan pasokan di Arab Saudi, menutupi katalis pelemahan dolar dan prospek pasokan yang lebih ketat di tengah pembatasan produksi OPEC Plus.
Pada sesi Senin, minyak mentah menyentuh level tertinggi sejak dimulainya pandemi virus corona, sehari setelah pasukan Houthi Yaman menembakan drone dan rudal ke fasilitas minyak Saudi.
Namun, Arab Saudi mengatakan pihaknya menggagalkan serangan tersebut, dan harga merosot karena kekhawatiran seputar pasokan mulai mereda.
Memgutip CNBC, Rabu (10/3/2021) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup anjlok 72 sen, atau 1,06 persen menjadi 67,52 dolar AS per barel. Kontrak tersebut mundur setelah diperdagangkan setingginya 69,33 dolar AS per barel.
Baca Juga: Kilang Arab Saudi Diserang, Harga Minyak Dunia Langsung Ambles
Brent menembus 71,38 dolar AS per barel pada sesi Senin, level tertinggi sejak 8 Januari 2020.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melorot 1,04 dolar AS atau 1,6 persen menjadi 64,01 dolar AS per barel. Kontrak tersebut mencapai level tertinggi sejak Oktober 2018 pada sesi Senin.
"Ada ekspektasi bahwa kita akan melihat peningkatan lain dalam pasokan minyak mentah Amerika karena pengilangan masih ditutup," kata Phil Flynn, analis Price Futures.
Rekor penurunan persediaan Amerika minggu lalu terjadi setelah penutupan pengilangan Gulf Coast akibat badai musim dingin baru-baru ini di Texas.
"Pasar tampaknya melemah karena kekhawatiran tersebut," ujar Flynn.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Sentuh Level Tertingginya Dalam 1 Tahun Terakhir
Putaran terakhir laporan inventaris Amerika diperkirakan menunjukkan stok minyak mentah menurun.
EIA mengatakan saat ini memperkirakan produksi minyak mentah Amerika turun 160.000 barel per hari (bph) pada 2021 menjadi 11,15 juta bph, penyusutan yang lebih kecil dari ekspektasi sebelumnya, yakni penurunan 290.000 bph.
Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) ditambah Rusia dan sekutunya, kelompok yang dikenal sebagai OPEC Plus, pekan lalu memutuskan untuk secara luas mempertahankan kesepakatan pemotongan produksi, memicu reli.