BPJS Kesehatan Mendengar, Kelompok Pakar Soroti Penguatan Pelayanan Primer

Selasa, 09 Maret 2021 | 16:47 WIB
BPJS Kesehatan Mendengar, Kelompok Pakar Soroti Penguatan Pelayanan Primer
Webinar BPJS Kesehatan Mendengar. (Dok. BPJS Kesehatan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru Besar FKM Universitas Indonesia, Budi Hidayat, mengatakan hanya 18% biaya JKN untuk pembiayaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Hal ini diungkap Budi dalam kegiatan “BPJS Kesehatan Mendengar” Kelompok Pakar, yang banyak menyoroti optimalisasi pelayanan kesehatan di tingkat pelayanan pertama atau primer.

“Saat ini juga perlu adanya evaluasi pada benefit atau manfaat di pelayanan kesehatan tingkat pertama. Dilanjutkan melakukan costing dan pricing tarif layanan kesehatan sebagai input dalam perhitungan kapitasi, serta upaya perluasan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK). Diharapkan persentase pembiayaan di layanan tingkat pertama bisa mencapai 30-40% dari total pembiayaan JKN,” kata Budi.

Budi berharap dengan kuatnya pembiayaan JKN di sektor pelayanan primer khususnya promotif dan preventif serta meningkatkan benefit manfaat pelayanan kesehatan lainnya di FKTP, maka akan berpengaruh pada biaya layanan di tingkat rujukan atau lanjutan.

Baca Juga: "BPJS Kesehatan Mendengar" Ajak Stakeholders JKN-KIS Suarakan Aspirasinya

Hal serupa terkait penguatan FKTP juga diamini oleh beberapa pakar kesehatan masyarakat seperti Dr. Setiawan dari Universitas Padjajaran.

Menurutnya perlu adanya kolaborasi kelembagaan untuk meningkatkan upaya promotif dan preventif, serta adanya reward and punishment terhadap peserta yang berupaya dalam hal menjaga kesehatan individu.

“Hal ini bisa dikolaborasikan dengan pemangku kepentingan terkait seperti Kemendikbud, bagaimana membangun edukasi promosi kesehatan yang secara sistemik dan membangun kesadaran akan pentingnya jaminan kesehatan,” ujar Setiawan.

Sementara itu penguatan di FKTP juga bisa dioptimalkan dalam hal layanan penyakit kronis, paliatif, melalui pelayanan telekonsultasi. Hal tersebut diungkapkan oleh Julita Hendrartini dari Universitas Gadjah Mada.

Pemberdayaan layanan primer juga perlu dilakukan khususnya dalam hal layanan persalinan. Ova Emilia dari Universitas Gadjah Mada mengungkapkan perlu adanya pembatasan jumlah persalinan dengan optimalisasi program KB, sehingga akan menurunkan jumlah persalinan sectio caesaria (SC).

Baca Juga: Dirut BPJS Sebut Program JKN-KIS Jadi Pembelajaran untuk Negara Lain

Sementara itu beberapa Pakar juga memberikan masukan terkait dengan upaya menjaga sustainibilitas Program JKN-KIS. Ascobat Gani dari FKM Universitas Indonesia mengungkapkan, Pemerintah perlu segera melakukan penyesuaian terhadap paket layanan, sebagai tindak lanjut dari Perpres 64/2020.

Dimulai dari penerapan kelas standar serta pendefinisian Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK), percepatan penyelesaian standar pelayanan, dan penerapan urun biaya.

Pakar Jaminan Sosial Chazali Situmorang juga menyoroti, bahwa perlunya BPJS Kesehatan menjaga sustainibilitas program dengan mulai membentuk dana cadangan teknis sesuai dengan amanat undang-undang.

Dari sisi pengelolaan data yang ada dalam Program JKN-KIS, Yanuar Nugroho, Deputi Kepala Staf Kepresidenan periode 2016-2019 mengungkapkan perlunya kolaborasi antarpemangku kepentingan misalnya Dukcapil Kemendagri dan DTKS Kementerian Sosial, untuk melalukan pembaruan data yang berkelanjutan, serta memastikan keterpadanannya.

“Jika memungkinkan diharapkan adanya proses pembaruan data dari bawah ke atas, bukan hanya atas ke bawah yang selama ini dilakukan. Diharapkan adanya feedback data ini semakin meningkatkan akurasi data serta pemanfaatan data ini dapat digunakan untuk hal-hal lain seperti penanggulangan Covid-19. Peran Jaminan Kesehatan harus diakui di masa pandemi ini akan semakin besar,” tambah Yanuar.

Dalam sesi “BPJS Kesehatan Mendengar” Kelompok Pakar, narasumber lain yang hadir dari berbagai perguruan tiggi. Seperti Hasbullah Thabrany dari Universitas Indonesia, Chriswardani dari Universitas Diponogoro, Profesor Ni Nyoman Tri Puspaningsih dari Universitas Airlangga, Jack Roebijoso dari Universitas Brawijaya, Putu Agus Parta Wirawan Konsultan Kebijakan Kesehatan, Ede Surya Darmawan dari IAKMI.

Selain itu juga hadir, serta tokoh-tokoh jaminan sosial lainnya seperti Profesor Laksono Trisnantoro dari UGM, Profesor Alimin Maidin dari Universitas Hasanuddin, Ahmad Anshori, Prastuti Soewondo, Donald Pardede, Suko Widodo, dan Supriyantoro.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengapresiasi kontribusi para pakar dan tokoh jaminan sosial ini dalam memberikan gagasan, masukan serta evaluasi yang telah disampaikan.

“Kami harapkan komunikasi ini akan tetap terjalin dan terus berkesinambungan, gagasan dan evaluasi yang berharga ini akan kami telaah dan analisa lebih dalam sebagai upaya perbaikan Program JKN-KIS ke depan,” tandas Ghufron.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI