Suara.com - Anggota Dewan Etik Persatuan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Prof. Hamdi Muluk, menganggap survei opini publik tentang kinerja menteri, dapat menyesatkan karena bias popularitasnya sangat tinggi.
"Mungkin kita perlu lebih hati-hati, membaca sebuah pekerjaan ilmiah bernama survei opini publik," ujar Prof Hamdi ditulis Selasa (2/3/2021).
Hamdi Muluk menjelaskan, survei opini publik biasanya menanyakan pada masyarakat luas yang sampelnya ditarik secara random, ditanya tentang kepuasan responden terhadap kementerian tertentu dan nama menterinya.
"Nah ini ada problem kalau di pemberitaan disimpulkan bahwa menteri ini mempunyai kinerja bagus," ujarnya.
Baca Juga: KPK Tangkap Edhy Prabowo, PKS: Kegagalan Jokowi Jaga Kinerja Menteri
Menurut Hamdi, jika ada kepuasan dari sejumlah responden yang ditarik secara random dari populasi umum, bukan berarti secara obyektif bisa ditarik kesimpulan bahwa kinerjanya paling bagus.
"Kita harus pisahkan ini. Kalau misalnya dalam pemberitaan ada framing bahwa kementerian ini kinerjanya paling bagus, itu kesimpulan yang bisa menyesatkan," tegasnya.
"Kita menghargai jika ada masyarakat yang berpendapat seperti itu, secara subyektif dia merasa puas.Orang-orang banyak merasa puas atau dimata dia bagus, padahal responden itu tidak punya pengetahuan yang memadai untuk menilai kinerja, tapi ditanyakan," imbuhnya.
Menurut Hamdi hal itu membuat bias popularitasnya akan sangat kuat. Guru besar psikologi politik UI ini juga menyarankan untuk yang menyangkut kinerja, seharusnya menggunakan metodologi semacam analisa kebijakan publik (public policy analysis).
"Jadi dilihat deliverednya, outcome dan bagaiaman impact nya, baru kita nilai kinerjanya seperti apa," ujarnya.
Baca Juga: Prabowo Subianto Teratas Menteri dengan Kinerja Paling Memuaskan
Yang harus ditanya menurut Hamdi adalah orang-orang yang mengerti secara teknis kementerian itu.
"Jadi semacam panel ekspert, dari pakar-pakar yang bisa menilai secara objektif. Kumpulkan lah 100, 200, atau 300 pakar, itu akan lebih fair," katanya.
Kedepannya ia berharap lembaga survei tidak lagi hanya menggunakan survei opini publik untuk menilai kinerja kementerian.
Pendapat senada diungkapkan Peneliti Media dan Komunikasi, Dr. Agus Sudibyo. Menurutnya dugaan bias popularitas akan sangat tinggi pada pertanyaan tentang kinerja kementerian pada survei opini publik.
Hasil survei sebuah lembaga menurutnya menunjukkan sebuah anomali, dimana ada dua menteri yang baru bekerja sekitar dua bulan dianggap lebih berprestasi daripada menteri yang lain.
Menurut Agus hal itu seharusnya bisa diantisipasi dengan penelitian dalam bentuk lain.
"Katakanlah misalnya, pear group assesment, atau panel ahli," ujarnya.
Untuk popularitas menteri menurutnya bisa ditanyakan ke sembarang orang, tapi jika menyangkut kinerja atau prestasi harus ditanyakan pada orang-orang yang mengetahui kementerian tersebut apa saja tugasnya, dan bagaimana prestasinya selama ini.
"Ada pertanyaan-pertanyaan yang bisa digali dengan survei publik, ada pertanyaan-pertanyaan yang harus digali dengan metode lain. Jadi survei dilengkapi dengan pear group assesment," kata Agus.
Menurut Agus jika ditanyakan pada masyarakat umum yang tidak paham tugas menteri, dan orang itu harus menjawab, yang disampaikan bukan kinerja atau prestasi tapi pengenalannya.
Agus juga berpendapat ada beberapa kementerian teknis yang mengerjakan proyek strategis, hasil kerjanya lebih sering diresmikan oleh Presiden.
Sehingga dinilai publik bukan prestasi menterinya tapi prestasi Presiden atau pemerintahan secara umum.
"Jadi memang harusnya panel ahli yang menilai atau pear group assesment, Orang-orang yang dikumpulkan dan mereka paham betul tugas kementerian," pungkasnya.