Suara.com - Dugaan pemalsuan laporan keuangan yang dilakukan mantan Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) Joko Mogoginta dan Budhi Istanto jadi anomali di tengah ketatnya regulasi soal pasar modal.
Ahli hukum bisnis Abdul Harris Muhammad Rum menilai, tindakan tersebut merupakan tindak kecurangan pribadi alias human fraud.
Sebab ia menilai saat ini regulasi dan pengawasan dan penegakan hukum pasar modal sudah cukup ketat.
“Dalam UU pasar modal sudah ditentukan tindakan-tindakan kecurangan (fraud) termasuk sanksi pidananya, pejabat emiten harusnya tak ada yang berani melakukan kecurangan. Ditambah sejumlah profesi penunjang pasar modal yang bertugas berdasarkan etika profesi untuk memiliki kepentingan publik,” kata Harris dalam keterangannya, Senin (22/2/2021).
Baca Juga: Optimistis Indonesia dalam Pasar Modal Tahun 2021
Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) ini menilai, perkara yang dilakukan kedua orang tersebut merupakan human fraud.
Alasannya, kedua terdakwa memberikan informasi yang tidak benar, bahkan sampai melakukan rekayasa laporan keuangan.
“Inti dari pasar modal adalah keterbukaan, makanya ada kewajiban disclosure dari emiten. Audit yang baik pun hanya bisa dilakukan dengan infromasi yang benar. Hasil audit merefleksikan hal yang benar. Namun yang namanya orang curang, tetap ada peluang, entah laporan dicurangi, dibohongi, ditambah atau dikurangi yang melakukan pemeriksaan pasti akan mengetahui,” sambungnya.
Dalam proses persidangan diketahui, Joko dan Budhi melakukan rekayasa laporan keuangan dengan meningkatkan piutang enam perusahaan distributor guna mengesankan peningkatan penjualan AISA sehingga secara fundamental kinerja perseroan dapat terlihat baik.
Selain merekayasa piutang tersebut, dari hasil persidangan diketahui bahwa enam perusahaan tersebut merupakan milik Joko pribadi, namun dicatat sebagai entitas pihak ketiga dalam laporan keuangan pada 2016 dan 2017.
Baca Juga: Banyak Pelaku Pasar Modal Pertanyakan Kebijakan BEI Nomor S-00259
Rekayasa fundamental perusahaan yang dilakukan Joko dan Budhi turut melambungkan harga saham perseroan yang mulai merangkak mulai pertengahan 2016, dan memuncak pada pertengahan 2017 dengan harga Rp 2.360 per lembar saham.