IPB Apresiasi Pertumbuhan Sektor Pertanian di Masa Pandemi Covid-19

Sabtu, 20 Februari 2021 | 12:00 WIB
IPB Apresiasi Pertumbuhan Sektor Pertanian di Masa Pandemi Covid-19
Ilustrasi pertanian. (Dok : Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal IV-2020, tepat di masa pandemi Covid-19, sektor pertanian tumbuh 2,59 persen secara year on year (yoy). Prestasi ini diapresisi Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria.

"Sesuai data yang dirilis BPS, sektor pertanian pada kuartal IV-2020, tumbuh  2,59 persen secara year on year (yoy), dimana subsektor pendukung utamanya adalah tanaman pangan sebesar 10,47 persen. Semoga kenaikan ini berlanjut hingga tahun 2021, karena sektor teknis lainya anjlok maka sektor pertanian menjadi penyelamat perburukan resesi ekonomi kuartal III," ujarnya di Banda Aceh, saat memberi kuliah umum di Universitas Syiah Kuala, Sabtu (20/2/2021).

Menurutnya, pertanian merupakan sektor yang memberikan andil besar atau penopang perekonomian nasional. Keberhasilan kebijakan dan program sektor pertanian tak hanya dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, namun juga diikuto oleh kinerja ekspor.

Data BPS menyebutkan, kinerja ekspor pertanian tahun 2020 mengalami kenaikan 15,78 persen dari tahun sebelumnya, yakni Rp 390,16 triliun menjadi Rp 451,77 triliun. Ini artinya, pemerintah beserta pemangku kepentingan, khususnya petani, mampu menjaga sektor pertanian tetap eksis dalam menyelamatkan ekonomi nasional.

Pada kesempatan yang sama, Arif membeberkan indeks ketahanan pangan Indonesia, yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Global Food Security Index, indeks ketahanan pangan di Indonesia pada 2014-2019 mengalami kenaikan dan terus membaik.

Baca Juga: DPR Minta Realokasi Anggaran Kementan Fokus untuk Produksi Petani

Pada 2014 mencapai 46,5 indeks, tahun 2018 mencapai 54,8 indeks dan 2019 mencapai 62,6 indeks sehingga Indonesia menduduki peringkat 62 dari 113 negara dunia atau peringkat 12 dari 23 negara Asia Pasifik.

Arif menegaskan, indeks ketahanan pangan berbeda dengan indeks keberlanjutan pangan, karena keduanya memiliki indikator yang berbeda. Indeks ketahanan pangan diukur dari 4 kelompok indikator, yakni keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamanan, serta ketahanan sumberdaya alam.

Sementara itu, indeks keberlanjutan pangan diukur oleh tiga kelompok indikator, yaitu penyusutan dan limbah pangan (food loss and waste), pertanian perkelanjutan, dan beban masalah gizi. Kedua indeks tersebut diterbitkan oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), dan indeks yang terbaru adalah berasal dari data tahun 2019 dan 2018. Artinya, kedua Indeks tersebut menggambarkan situasi pada tahun tersebut.

Arif mengatakan, terkait posisi Indonesia tahun 2018 yang lebih rendah dari Ethiopia, itu adalah indeks keberlanjutan pangan dan bukan indeks ketahanan pangan. Sementara itu berdasarkan indeks ketahanan pangan untuk tahun yang sama, posisi Indonesia lebih tinggi dari Ethiopia, Filipina, Pakistan, dan sejumlah negara berkembang lainnya.

Arif menyoroti perlunya memanfaatkan momentum pandemi ini untuk memperkuat kedaulatan pangan. Kebijakan ekonomi perlu difokuskan untuk memajukan pertanian agar pangan tercukupi, lapangan kerja makin terbuka, kemiskinan menurun, dan devisa meningkat.

Artinya, pertanian harus menjadi lokomotif ekonomi nasional dan sumber kemakmuran bangsa. Di sinilah diperlukan strategi baru Agro-maritim 4.0, sebagai bentuk respons terhadap perkembangan Revolusi Industri 4.0. Arif menegaskan perlunya percepatan transformasi menuju agromaritim 4.0.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI