Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, air bersih adalah sebuah kebutuhan dasar manusia. Namun, sebanyak 15 persen penduduk belum mendapatkan akses tersebut.
Sri Mulyani mengatakan, akses terhadap layanan sumber air minum layak dan berkelanjutan pada 2017 hanya 62,75 persen, kemudian naik menjadi 65,28 persen dan pada 2019 menjadi 84,91 persen.
"Ini peningkatan yang luar biasa, tapi tidak berarti kita puas. Karena berarti masih ada 15 persen rakyat yang belum mendapatkan layanan sumber air minum yang layak dan berkelanjutan," ujar Sri Mulyani dalam sambutannya pada acara Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Jatiluhur I secara konferensi video, Jumat (19/2/2021).
PBB, kata dia, melalui Resolusi Nomor 64/292 tahun 2010, menyatakan secara eksplisit hak atas air dan sanitasi adalah bagian dari hak asasi manusia. Ini juga merupakan salah satu butir dari Sustainable Develompement Goal ke-6.
Baca Juga: Teknologi dan Infrastruktur Bisa Jadi Solusi di Tengah Pandemi
Selain itu, dalam Pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 juga disebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
“Jadi dalam hal ini kalau pemerintah Republik Indonesia terus berupaya untuk membangun dan menyediakan air bersih serta sanitasi terutama bagi seluruh warga negara yang belum bisa mendapatkan akses dari kedua infrastruktur yang sangat penting ini, yaitu air bersih dan sanitasi, maka kita harus berikhtiar terus untuk membangun dan memenuhinya," katanya.
"Karena ini berhubungan dengan tidak hanya tentu saja kesejahteraan tapi juga kualitas hidup dasar dari seluruh warga negara Indonesia," tambahnya.
Proyek yang menggunakan skema KPBU ini adalah adalah suatu upaya untuk terus melakukan kebutuhan pembangunan di mana dananya didapat dari kerjasama swasta dan pemerintah.
“Ini adalah cara inovatif financing, creative financing, namun tetap akuntabel. Kita berharap skema KPBU ini akan menjadi alternatif solusi kebutuhan prioritas mendesak dari infrastruktur terutama yang luar biasa penting seperti air bersih pada saat APBN kita menghadapi kendala yang sangat besar karena pandemi covid-19 yang mengambil resource sangat besar,” ungkap wanita kelahiran Lampung ini.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Alasan Pemerintah Harus Berhutang di Masa Pandemi
Sebagai informasi, penandatanganan perjanjian KPBU SPAM Regional Jatiluhur I merupakan proyek KPBU pertama untuk SPAM regional yang menjadi kewenangan Pusat.
Proyek KPBU SPAM regional Jatiluhur 1 akan menyediakan air minum curah sebesar 4.750 liter per detik kepada 4 wilayah.
Provinsi DKI Jakarta sebesar 4.000 liter per detik, Kota Bekasi sebesar 300 liter per detik, Kabupaten Bekasi 100 liter per detik dan Kabupaten Karawang 350 liter per detik.
Total investasi dari proyek KPBU ini sebesar Rp 1,7 triliun dengan masa kerja sama selama 30 tahun yang terdiri dari 2,5 tahun masa konstruksi dan 27,5 setengah tahun masa operasi.
Sebagai tindak lanjut dari penetapan pemenang konsorsium pemenang lelang, telah dibentuk badan usaha pelaksana atau BUP yaitu PT Wika Tirta Jaya Jatiluhur.
Target dimulai konstruksi yaitu kuartal 3 tahun 2021 dan direncanakan untuk beroperasi pada kuartal pertama tahun 2024.