Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy turut berkomentar soal adanya promosi pernikahan anak yang disebarkan oleh wedding organizer Aisha Weddings. Ia mengecam keras adanya pernikahan yang melibatkan anak-anak.
Muhadjir mengaku geram dengan adanya promosi yang dilakukan Aisha Weddings melalui media sosial dan memasang spanduk di sejumlah daerah di Indonesia.
"Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat luas juga resah karena propaganda yang dilakukan Aisha Weddings," kata Muhadjir dalam keterangannya, Sabtu (13/2/2021).
Menurut Muhadjir, promosi Aisha Weddings tersebut tidak pantas dilakukan apalagi di tengah kondisi prihatin bangsa Indonesia yang tengah menghadapi pandemi Covid-19. Saat ini masyarakat Indonesia tengah fokus untuk melindungi diri dari penyebaran virus.
Baca Juga: Aisha Weddings Kampanyekan Pernikahan Dini, Kemenag: Banyak Mudharatnya
Lagipula Muhadjir menilai menikah di usia muda justru bertentangan dengan tujuan syariat pernikahan itu sendiri, yakni harus membawa kemaslahatan dan kebaikan bagi pasangan yang menikah.
Lebih lanjut Muhadjir menegaskan bahwa menikah di usia muda sudah pasti akan membawa bahaya dan bencana bagi anak itu sendiri dan masa depan generasi penerus bangsa. Secara biologis dan psikologis anak-anak belum siap untuk berumah tangga.
Di samping itu, tujuan pernikahan dalam Islam adalah menciptakan keluarga sakinah serta dalam rangka memperoleh keturunan (hifzh al-nasl).
Itu pun hanya bisa tercapai pada usia di mana calon mempelai telah sempurna akal pikirannya serta siap melakukan proses reproduksi.
"Pernikahan anak berpotensi menghasilkan bayi yang kurang sehat karena anak di bawah usia 18 tahun, secara fisik belum siap untuk melahirkan," ungkap Muhadjir.
Baca Juga: Tanggapi Aisha Weddings, KUPI : Nikah Siri dan Poligami Banyak Penderitaan
Apalagi, ibu merupakan sekolah pertama bagi anak. Oleh karenanya seorang perempuan yang akan menikah harus sudah menyadari tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pendidikan yang baik bagi anak.
Di sisi lain, pernikahan anak secara hukum juga bertentangan dengan Undang-Undang No. 16/2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1/1974 tentang Perkawinan, yaitu minimal usia boleh menikah untuk perempuan adalah 19 tahun.
Lebih ironis, pernikahan anak berpotensi menambah kemiskinan baru karena pengantin anak belum memiliki penghasilan untuk menghidupi keluarga. Kondisi demikian sangat mungkin menyebabkan lahirnya generasi anak-anak stunting yang diakibatkan ketidaksiapan ekonomi.
"Keyakinan Aisha Weddings mengenai perempuan harus mencari pasangan sejak usia 12 tahun merupakan keyakinan yang didasari oleh pemahaman yang sempit karena bertentangan dengan tujuan syariat nikah itu sendiri. Perkawinan harus membawa kemaslahatan dan kebaikan bagi pasangan yang menikah," jelasnya.
Dengan adanya promosi Aisha Weddings tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang berada di bawah koordinasi Kemenko PMK akan terus mempelajari kasus tersebut dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait baik antar kementerian/lembaga maupun NGO.
Muhadjir juga meminta penyelidikan lebih lanjut dilakukan kepolisian untuk menguak siapa pemilik Aisha Weddings. Juga terus dilakukan langkah untuk melindungi anak-anak dari target tindakan pelanggaran hukum lainnya seperti ekspolitasi seksual ekonomi kepada anak hingga perdagangan anak.
Muhadjir mengimbau dan mengajak seluruh pihak untuk ikut berperan dalam upaya melindungi anak Indonesia agar tidak terjerumus dalam pernikahan di bawah umur serta kejahatan seksual dan eksploitasi anak, serta seks bebas.
"Upaya ini tentu membutuhkan komitmen dan peran bersama antara pemerintah, pihak swasta, media, masyarakat, dan yang paling penting adalah keluarga," pungkasnya.