Suara.com - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyarankan agar pemerintah memanfaatkan regulasi Omnibus Law dalam upaya melakukan percepatan pembangunan tol listrik atau sistem jaringan transmisi listrik
Menurutnya, sejauh ini pelaksanaan proyek infrastruktur ketenagalistrikan kerap tersendat di tingkat pemerintah daerah.
"Daerah juga seharusnya berkolaborasi dengan PT PLN (Persero), bukan berkompetisi antardaerah. Masalah yang dihadapi PLN dalam menjalankan programnya selalu tersendat di lapangan," kata Trubus dalam diskusi secara virtual, Selasa (9/2/2021).
Trubus menuturkan, pembangunan gardu-gardu induk listrik yang tersebar di level otonomi yang berbeda harus dilakukan PLN berkoordinasi dengan masing-masing kepala pemerintahan di daerah.
Baca Juga: Sempat Putus Akibat Gempa, 98 Persen Gardu Listrik di Sulbar Kembali Normal
Sehinga membuat, rencana pembangunan membutuhkan waktu panjang di fase koordinasi dengan pemda dan masyarakat setempat.
"Sejauh ini banyak kepala daerah yang kurang peka dengan rencana pembangunan sistem transmisi listrik yang terintegrasi, walau pun ada juga yang responsif. Pemerintah pusat bisa menarik kewenangan pemda terkait proyek infrastruktur listrik itu melalui regulasi Omnibus Law," tutur dia.
Trubus menyatakan, persoalan lain yang dihadapi PLN dalam melakukan percepatan proyek pembangunan tol listrik juga disebabkan oleh rendahnya partisipasi publik, terutama mengenai pembebasan lahan.
"Penolakan banyak dilakukan masyarakat, tetapi PLN harus tetap jalan, karena kaitannya dengan prinsip cost and benefit," jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, tol listrik merupakan bagian dari proyek percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang terdiri atas pembangkit 35 GW dan transmisi 46 ribu kilometer.
Baca Juga: PLN: 98 Persen Gardu Listrik Sudah Diperbaiki Pasca Gempa Sulbar
Termasuk di antaranya, pengembangan transmisi Sistem Sumatera 775 kv, Grid Borneo 150 kv dan Sistem Sulawesi bertegangan 495 kv.
"Tol listrik diharapkan bisa mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit ke pusat beban, mengoptimalisasi bauran energi primer dan operasi pembangkit. Sehingga, diharapkan memberi dampak penghematan biaya operasi PLN," pungkas Fabby.