Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyadari konsekuensi dari kebijakannya yang menaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen. Kebijakan itu mulai berlaku pada Februari 2021.
Konsekuensi itu terdapat dari makin maraknya peredaran rokok ilegal dengan melakukan pemalsuan cukai rokok.
"Kami akan coba tetap pertahankan meskipun harga rokok terus dinaikkan, yang menyebabkan orang akan punya insentif untuk terus melakukan pemalsuan cukai maupun pemalsuan rokok ilegal," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI secara virtual di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Karenanya, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini bakal lebih merapatkan barisan jajaran Kemenkeu, terutama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk mengawasi peredaran rokok ilegal.
Baca Juga: Soal LPI, Sri Mulyani: Kekayaan Alam Bisa Dikelola Perusahaan Patungan
"Kenaikan cukai yang terlalu tinggi memang harus disertai dengan penegakan hukum," kata Sri Mulyani.
Pemerintah, mulai memberlakukan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok sebesar 12,5 persen. Dengan tarif baru tersebut, maka harga rokok juga ikut terdorong naik.
Pemberlakuan pada Februari ini untuk memberikan kesempatan kepada Jajaran Bea dan Cukai serta Industri untuk menyiapkan berbagai hal.
Mulai dari pencetakan pita cukai baru hingga penyesuaian harga rokok setelah kenaikan cukai rokok tersebut yang dilakukan Desember-Januari.
Kenaikan tarif cukai rokok itu terbagi atas beberapa golongan. Adapun berikut besaran kenaikan harga rokok
Baca Juga: Harga Rokok Naik, Ini Aturan dan Besaran Kenaikannya
- Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan I naik dari Rp 740 per batang jadi Rp 865 per batang
- SKM Golongan IIA naik dari Rp 470 per batang jadi Rp 535 per batang
- SKM Golongan IIB naik daru Rp 455 per batang jadi Rp 525 per batang
- Sigaret putih Mesin (SPM) Golongan I naik dari Rp 790 per batang jadi Rp 935 per batang
- SPM Golongan IIA naik dari Rp 485 per batang jadi Rp 565 per batang
- SPM Golongan IIB naik dari Rp 470 per batang jadi Rp 555 per batang