Dalam pasal 4 ayat 4 disebutkan pemungutan PPN sesuai contoh yang tercantum pada lampiran dalam PMK itu yakni sebesar 10 persen.
Sementara itu, terkait penghitungan dan pemungutan PPh atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan pemungut PPh pasal 22, dipungut PPh pasal 22.
Pemungut PPh melakukan pemungutan sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada distribusi tingkat selanjutnya atau harga jual atas penjualan kepada pelanggan secara langsung.
Apabila wajib pajak tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka besarnya tarif pemungutan PPh pasal 22 lebih tinggi 100 persen dari tarif 0,5 persen.
Respons Direktorat Jenderal Pajak
Dalam laporan Suara.com sebelumnya disebutkan atas polemik yang muncul di masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak pada Jumat (29/1/2021) menjelaskan bahwa pengenaan pajak (PPN dan PPh) atas penyerahan pulsa/kartu perdana/token listrik/voucher sudah berlaku selama ini sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru.
Berikut hal-hal yang perlu diketahui masyarakat terkait pemungutan PPN atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher berdasarkan ketentuan yang baru ini, yakni:
Pulsa dan kartu perdana, pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat II (server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi.
Distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak sehingga tidak perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (eFaktur).
Baca Juga: Kisruh Pulsa dan Token Listrik Kena Pajak, Sri Mulyani Buka Suara
Token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, dan bukan atas nilai token listriknya.