Produktivitas Sawit Indonesia Disusul Malaysia

Kamis, 28 Januari 2021 | 17:59 WIB
Produktivitas Sawit Indonesia Disusul Malaysia
Ilustrasi kelapa sawit. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dalam lima tahun terakhir, produktivitas kelapa sawit Indonesia hampir dua kali lebih rendah dibandingkan Malaysia.

Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan hal itu terjadi karena banyak lahan sawit yang belum matang, perawatan dan penggunaan pupuk yang belum optimal serta dukungan pemerintah bagi petani plasma belum sebaik di Malaysia.

“Ada beberapa tantangan di sektor hulu yaitu keterbatasan lahan dan moratorium perluasan lahan, kesejahteraan perkebunan mandiri, termasuk isu sengketa lahan, deforestasi dan degradasi lahan. Ini adalah tantangan yang harus dimitigasi risikonya terutama dalam pembuatan kebijakan,” kata Ubaidi dalam diskusi Katadata Virtual Forum Series dengan tema Dampak Ekonomi Sawit bagi Daerah, Kamis (28/1/2021).

Ubaidi menambahkan, untuk mengatasi tantangan yang dihadapi di sektor hulu sawit, pemerintah sudah menyiapkan program Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Baca Juga: Kemendag Minta Waspada Kampanye Anti Kelapa Sawit Indonesia di Swiss

Program BPDPKS, antara lain pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit dan penyedian dan pemanfaatan bahan bakar nabati.

Menurut Ubaidi, program tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja sektor sawit Indonesia, menciptakan pasar domestik, menyerap kelebihan CPO di pasar dalam rangka stabilisasi harga dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Program Officer Center Tata Kelola Sawit Madani Berkelanjutan Trias Fetra mengatakan penggunaan dana perkebunan sawit belum memberikan kesejahteraan bagi petani sawit. Kata dia, dari Rp11 triiliun dana sawit, sekitar 80 persen digunakan untuk subsidi biodiesel.

Tujuannya, kata Trias, agar produksi biodiesel meningkat sehingga mampu menyerap produksi CPO sehingga mampu mendongkrak harga CPO dan implikasi lainnya meningkatkan harga tandan buah segar sawit.

“Namun, berdasarkan hasil analisis input output, penggunaan dana sawit untuk subsidi biodiesel tidak memberikan nilai mannfaat besar terhadap keseimbangan faktor produksi dibanding menggunakannya untuk program yang berkaitan langsung dengan perkebunan sawit,” kata dia.

Baca Juga: Ada Kampanye Anti Kelapa Sawit Indonesia di Swiss, Apa Jawaban Kemendag?

Trias menambahkan kebijakan penggunaan dana sawit untuk subsidi biodiesel bisa dikatakan gagal. Karena, nilai tukar petani perkebunan rakyat tidak meningkat kecuali pada 2017. Padahal, apabila dana tersebut digunakan sepenuhnya untuk sawit maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan output pada sektor produksi perkebunan sawit sekitar 6,52 persen.

Trias juga mengungkapkan tentang minimnya alokasi anggaran daerah untuk petani sawit. Berdasarkan data pada 2020, Provinsi Riau mengalokasikan 66 persen anggaran di Dinas Perkebunan tidak spesifik digunakan untuk alokasi langsung pada peningkatan kesejahteraan petani sawit. Padahal, Riau merupakan provinsi dengan tutupan sawit terbesar di Indonesia.

“Kondisi petani sawit kita masih jauh dari sejahtera. Dalam tata niaga industri ini, petani sawit masih dikebiri, dana sawit yang harusnya untuk mereka dikooptasi oleh korporasi dan petani sawit juga belum menjadi prioritas terkait anggaran di daerah,” kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI