Suara.com - Neraca Perdagangan Indonesia tercatat surplus pada tahun 2020. Data BPS, sepanjang 2020 neraca perdagangan Indonesia surplus 21,74 miliar dollar AS.
Namun, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi merasa hatinya tak tenang atau risau dengan hasil surplus tersebut.
Pasalnya, Lutfi menilai surplus yang diraih Indonesia adalah surplus yang tak sehat. Ia menjelaskan, meski surplus perekonomian Indonesia masih tahap pemulihan.
"Jadi waktu saya lihat dari pada neraca perdagangan itu, kayak dokter itu saya langsung lihat ini surplusnya ini bukan surplus sehat. Bahkan surplusnya ini buat saya mengganggu, dan ini analisa saya kalau waktu zaman dulu itu adalah darah tinggi ya karena overheating ekonominya," ujar Lutfi dalam Webinar MGN Summit 2021 Economic Recovery secara virtual, Rabu (27/1/2021).
Baca Juga: Impor Turun 17 Persen, Mendag : Saya Takut
Mantan Dubes Indonesia untuk Amerika ini memaparkan, 72 persen impor Indonesia merupakan bahan baku. Dan bahan baku tersebut, hanya 3 persen yang diprioritaskan untuk ekspor.
Sisanya, lanjut Lutfi, digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Menurutnya, kondisi seperti ini tidak baik untuk sektor perdagangan.
"Kalau ini didiamkan ini bisa menjadi kacau. Nah tapi saya berbalik ini sebenarnya ingin mengerjakannya itu dibalik," ucap Lutfi.
Maka dari itu, Ia menginginkan industri yang mendorong konsumsi dan prioritas ekspor diprioritaskan.
Salah satunya, yaitu industri otomotif yang bisa mendorong konsumsi sekaligus ekspor.
Baca Juga: Neraca Dagang RI Surplus Tapi Mendag Tak Happy, Ini Alasannya
"Saya bilang industri otomotif dan sepeda motor itu buat saya penting. Dan untuk orang membeli lagi itu sangat penting, karena ketika pertumbuhan kredit itu minus itu artinya orang tidak mengambil uang dan orang menaruh uangnya di bank, kenapa? karena tidak ada kegiatan ekonomi, tidak ada perdagangan dan ini sebenarnya bukan sesuatu yang baik dalam perekonomian kita," pungkas dia.