Suara.com - Di tengah pandemi Covid-19 para pengrajin tempe dan tahu harus gigit jari karena menghadapi kenyataan harga kedelai yang melonjak tidak karuan.
Saat ini harga kedelai sampai Rp 9.200 - Rp 10.000 per kilogram. Bahkan ada yang lebih dari Rp 10.000 per kilogram. Padahal biasanya, harga normal di angka Rp 6.500 hingga Rp 7.000 per kilogram.
Lantas apakah kenaikan harga kedelai ini memicu terjadinya inflasi?
Menanggapi hal tersebut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto mengatakan kenaikan harga untuk tahu tempe sangat kecil memberikan andil terhadap laju inflasi.
Baca Juga: Kedelai Naik, Pengusaha Tahu Cibuntu Bandung Kewalahan
"Untuk tahu mentah ini mengalami inflasi sebesar 0,06 persen, sementara untuk tempe mengalami inflasi 0,05 persen. Namun demikian kedua komoditas tersebut memberikan andil yang sangat kecil terhadap inflasi nasional," kata Setianto dalam konferensi pers secara virtual, Senin (4/1/2021).
Beberapa hari terakhir, pasokan tempe dan tahu menjadi langka di pasaran. Hal ini karena pengrajin tahu dan tempe di seluruh Jabodetabek memutuskan untuk berhenti melakukan penjualan selama 3 hari, karena harga kedelai yang mahal.
Untuk mensiasatinya para pedagang pun putar otak untuk tetap mendapat untung meski tipis, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan merubah ukuran tahu dan tempe yang lebih kecil.
"Ukurannya kita kecilin, harga kacang (kedelai) lagi mahal," kata Supriadi saat ditemui suara.com di wilayah Buncit Raya, Jakarta, Minggu (3/1/2021).
Lebih lanjut dia mengatakan saat ini harga bahan baku kedelai tidak karuan, karena mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Biasanya dia membeli kedelai sebesar Rp 7.500 per kilogram kini harganya meroket hingga Rp 9.000 per kilogram.
Baca Juga: Perajin Tahu Tempe Mogok Produksi, Kemendag: Stok Kedelai Melimpah
"Harganya lagi cukup mahal, jadi dari sananya juga sudah mahal, stoknya juga jarang," ungkapnya.
Meski mahal lanjut Supriadi, produksi tetap jalan karena karena ada sejumlah pelanggan yang sudah memesan hati-hati hari.
"Yah kita tetap antarkan karena kan pelanggan, kaya tukang gorengan, ibu-ibu rumah tangga mereka kan sudah pesan," paparnya.
Dirinya menuturkan bahwa semenjak harga kedelai meroket, produksi yang ia lakukan terganggu karena ketersedian kedelai yang mahal. Meski mahal dirinya mengaku tak menaikkan harga jual tahu tempenya.
"Kita engga naikin harga, tapi ukurannya kita kecilkan sedikit," ucapnya.
Dirinya pun berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi dan menstabilkan harga kedelai di pasaran, karena ribuan pengrajin tempe di Indonesia menggantungkan nasibnya dengan memproduksi tahu dan tempe.
"Yah harapannya kita kan orang kecil, usaha kecil-kecilan, semoga harga kacang (kedelai) turun lagi," pungkasnya.