Kemenperin Incar Buaya Papua Buat Dijadikan Produk UMKM

Minggu, 03 Januari 2021 | 08:55 WIB
Kemenperin Incar Buaya Papua Buat Dijadikan Produk UMKM
Sebagai ilustrasi buaya muara. [Sukabumiupdate.com/Ragil Gilang]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengoptimalan potensi di berbagai daerah Indonesia melalui kegiatan produksi industri. Langkah strategis ini guna meningkatkan nilai tambah sumber daya lokal sehingga memacu perekonomian masyarakat di wilayah tersebut.

"Salah satunya yang kami pacu adalah Provinsi Papua, khususnya di Kabupaten Mamberamo Raya. Kabupaten ini dialiri oleh tiga sungai besar yang menjadi habitat asli buaya air tawar, yaitu Sungai Mamberamo, Sungai Tariku (Sungai Rouffaer) dan Sungai Taritatu (Sungai Idenburg)," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Doddy Rahadi dalam keterangan persnya di Jakarta Minggu (3/1/2020).

Ada dua jenis buaya yang menghuni sungai tersebut, yakni buaya muara (Crocodile porossus) dan buaya Irian (Crocodile novaguinea).

Kedua spesies buaya ini menjadi perburuan bagi masyarakat tradisional Papua, baik sebagai sumber protein untuk dikonsumsi, atau kulitnya dijual kepada pengepul dalam bentuk kulit mentah.

Sejak tahun 2018, Pemerintah Daerah Papua melegalkan pemasaran kulit buaya. Perizinan ini keluar karena kulit buaya dianggap sebagai kerajinan yang membanggakan dan merupakan aset daerah.

Walaupun sudah dilegalkan oleh pemerintah daerah, namun ada standar untuk usia buaya yang kulitnya bisa dimanfaatkan yaitu berusia di atas satu tahun atau memiliki lebar perut 12 inchi. Hal ini juga untuk menghindari eksploitasi yang berlebihan.

Menurutnya, kerajinan kulit buaya dapat dikategorikan sebagai kerajinan kulit eksotik dan bernilai jual tinggi di pasar internasional. Kulit buaya yang telah disamak dapat diolah menjadi produk kulit dengan nilai jual yang sangat tinggi mulai dalam bentuk dompet atau sabuk, dengan harga paling murah berkisar Rp 300.000 hingga paling mahal bisa mencapai Rp 30.000.000 untuk sebuah tas golf.

“Hal ini dikarenakan motif kulit buaya yang unik dan eksotis, sehingga cocok menjadi bahan baku produk fesyen. Kualitas kulit buaya turut menentukan tingginya nilai jual, untuk itulah proses penyamakan kulit harus benar-benar diperhatikan," imbuh Doddy.

Melihat peluang ini, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Mamberamo Raya bersinergi dengan Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta, salah satu badan litbang di bawah BPPI Kemenperin yang juga menjadi Pusat Unggulan Iptek (PUI) bidang kulit, berusaha untuk terus meningkatkan kerja sama di bidang pengolahan kulit buaya.

Baca Juga: Tangan Kiri Putus, Kronologi Nenek di Sampit Diserang Buaya

Kepala BBKKP Agus Kuntoro menyatakan bahwa pihaknya secara rutin mengadakan pelatihan dan bimbingan teknis di bidang pengolahan kulit dan juga bekerjasama dengan berbagai instansi pemerintah maupun pemerintah daerah, termasuk di bidang pengolahan kulit eksotik yaitu barang kerajinan dari kulit pari, ular, buaya, sisik ikan dan masih banyak lagi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI