Pembangunan SDM Tidak Bisa Dipisahkan dari Peran Perpustakaan

Iwan Supriyatna Suara.Com
Kamis, 24 Desember 2020 | 08:19 WIB
Pembangunan SDM Tidak Bisa Dipisahkan dari Peran Perpustakaan
Ilustrasi perpustakaan (unsplash)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebagai negara maritim, idealnya Indonesia menjadi negara yang maju dan berdaya saing. Nyatanya, kualitas sumber daya manusia (SDM) belum menunjukkan hal tersebut. Jadi, sangat tepat jika pembangunan yang berkelanjutan harus melibatkan perpustakaan agar target SDM Unggul Indonesia Maju tercapai.

Di sejumlah negara di Eropa dan Asia, mulai banyak diterapkan kebijakan dan upaya kolaboratif untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan ketika masuk ke dunia kerja.

Rumusan tersebut melibatkan peran pemerintah, akademisi, dan pelaku bisnis. Sederhananya, para lulusan universitas langsung terserap oleh lapangan kerja di sektor industri dan UMKM yang dibangun pemerintah.

Era industri 4.0 secara langsung ataupun tidak langsung telah dilewati. Yang harus dilakukan selanjutnya adalah yang terpenting.

Baca Juga: Link Net Berdayakan SDM Profesional Berorientasi ke Kebutuhan Pelanggan

"Kita jangan berpikir sama dengan yang dilakukan negara lain. Harus berbeda. Jika sama, berarti proses literasi tidak berjalan," kata Rektor Universitas Bahaudin Mudhary Rachmad Hidayat, ditulis Kamis (24/12/2020).

Harus ada perubahan paradigma pada semua lini. Perpustakaan menawarkan formula dimana sumber daya alam yang merupakan modal dasar pembangunan dapat dikelola oleh kualitas SDM yang terbarukan.

Salah satunya melalui program transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial yang rata-rata melibatkan industri rumah tangga (home industry).

"Pertanyaannya, kenapa angka pengangguran masih tinggi karena pembangunan kurang melibatkan perpustakaan dalam pembangunan," terang Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando saat pelaksanaan Sosialisasi Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) di Kabupaten Sumenep.

Transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial yang menjadi salah satu program utama Perpusnas melibatkan kemampuan literasi. Di abad 21, literasi adalah alat kecakapan hidup sebagai modal penting untuk bersaing.

Baca Juga: Penciptaan SDM Berdaya Saing Menjawab Keresahan Masyarakat di Masa Pandemi

"Kita memerlukan anak-anak Indonesia yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan kemauan kolaboratif," tambah Syarif Bando.

Tidak hanya anak-anak milenial yang akan menjadi estafet penerus pembangunan, melainkan para orang tua juga harus didorong agar turut memiliki kemampuan literasi yang setara dengan generasi penerus.

"Orang tua kalau bisa malah mempunyai kemampuan multi literasi," saran Kepala Perpusnas.

Demi memudahkan, literasi perlu dibingkai menjadi Gerakan Literasi Nasional. Gerakan yang tidak bergerak secara parsial melainkan kolaboratif. Pelibatan publik benar-benar di aktifkan karena tanpa kesadaran kolektif, upaya peningkatan daya saing hanya sekedar macan kertas.

Industri 4.0 yang sarat dengan artificial intellegence dan big data memerlukan trilogi kecakapan, antara lain pertama karakter, yakni kemampuan beradaptasi pada perubahan yang dinamis.

Kedua, kompetensi yang bisa diperoleh manusia lewat pengalaman dalam memecahkan masalah. Dan ketiga literasi, yakni kemampuan berpikir kritis yang ditopang kemampuan baca tulis.

"Literasi merupakan episentrum untuk kemajuan budaya. Dan itu ada di perpustakaan," Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur Supratomo.

"Gerakan literasi nasional dapat adalah pondasi awal jika dilaksanakan dengan baik. Gerakan literasi merupakan praktek sosial dengan berbagai konteks," tambah Kepala Dinas Perpustakaan Kab. Sumenep.

Di Kab. Sumenep, yang banyak terjadi adalah kurang sarana atau infrastruktur perpustakaan, bukan persoalan minat baca yang rendah. Oleh karena itu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan menggelorakan semangat membangun perpustakaan desa melalui penggunaan dana desa (APB Desa). Kab. Sumenep saat ini tercatat memiliki 330 desa/kelurahan namun hanya dibekali armada perpustakaan keliling tiga unit saja.

Di akhir sosialisasi, budayawan Madura Zawawi Imron menekankan bahwa esensi dari perpustakaan bukan hanya fisik buku melainkan makna yang terkandung dalam buku. Tatanan nilai Indonesia harus dijaga, jangan dirusak. Maka, penting literasi yang berkemajuan, berkebudayaan, dan bertakwa kepada Tuhan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI