Sampai tahun ini, kapasitas terpasang produksi biodiesel mencapai 12,6 juta Kl. Terdapat 27 badan usaha yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Fadhil Hasan menjelaskan pemerintah berupaya menekan besarnya insentif biodiesel melalui tiga strategis kebijakan. Pertama, Pemerintah mengganti formula perhitungan HIP Biodiesel untuk menurunkan selisih/subsidi biodiesel.
Kedua, Dana Pungutan ekspor (levy) Terbaru diterapkan progressif sesuai dengan PMK 191/2020. Pungutan ekspor diharapkan mampu mempertahankan momentum hilirisasi industri turunan sawit dalam negeri.
Kebijakan ketiga adalah program B-40 akan diimplementasikan pada bulan Juli 2021, dimana sebagai catatan bauran kebijakan ini menjadi sentiment positif keberlangsungan program B-30 di Indonesia.
Dijelaskan Fadhil bahwa masa depan program biodiesel sangat dipengaruhi oleh dinamika harga CPO dan minyak bumi. Oleh karena itu selain penyesuaian kebijakan pungutan ekspor, keberlanjutan program biodiesel sangat tergantung dari komitmen untuk juga mereview kebijakan harga minyak bumi.
“Program B-30 ini memiliki resiko dan ketidakpastian jika hanya mengandalkan kebijakan dari sisi PE dan industry sawit secara keseluruhan,” paparnya.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan indeks ketahanan energi Indonesia mencapai 6,57 ini dikategorikan baik karena pasokan energi terbarukan cukup melimpah salah satunya dari biodiesel.
Program mandatori biodiesel mengurangi konsumsi solar sekitar sekitar 7,2 juta KL pada 2019 serta menghemat devisa sebesar USD 2 miliar atau Rp 28 triliun.
“Tahun ini program B30 diproyeksikan menghemat devisa sebesar USD 8 miliar,” ungkap Djoko.
Baca Juga: Industri Biodiesel Bantu Ekonomi Negara di Tengah Pandemi
Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Tatang Hernas Soerawidjaja mengungkapkan masa depan bioesel masih cerah asalkan mutunya makin ideal.