Suara.com - Kalangan petani mendapatkan manfaat dari implementasi program mandatori biodiesel yang dicanangkan pemerintah. Program ini menjaga stabilisasi harga sawit melalui penyerapan sawit di dalam negeri.
Berdasarkan data Kementerian ESDM RI, jumlah petani yang terlibat dalam program mandatori biodiesel di on farm sekitar 1.198.766 petani dan pada off farm sekitar 9.046 orang pada 2020.
“Kementerian berupaya mencari upaya untuk meningkatkan partisipasi petani dalam mandatori,” ujar Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM RI, ditulis Jumat (18/12/2020).
Hal ini disampaikannya dalam Dialog Webinar bertemakan “Masa Depan Biodiesel Indonesia: Bincang Pakar Multi Perpspektif” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia.
Baca Juga: Industri Biodiesel Bantu Ekonomi Negara di Tengah Pandemi
Kegiatan ini menghadirkan empat pembicara yaitu Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA (Sekjen Dewan Energi Nasional), Dr. Fadhil Hasan (Peneliti INDEF), Dr. Tatang Hernas (Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia), dan Dr. Petrus Gunarso (Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia).
Dadan menyebutkan bahwa pemanfaatan produk dan limbah kelapa sawit sebagai sumber energi berkontribusi bagi pencapaian target bauran energi terbarukan.
"Selain itu, dapat meningkatkan ketahanan energi berbasiskan sumber daya alam di dalam negeri. Dari aspek lingkungan, program B30 bagian dari Paris Agreement salah satu upaya dari sektor energi untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Dalam pandangan Dadan Kusdiana bahwa peningkatan nilai tambah berjalan baik dalam untuk dikombinasikan dengan program bioenergi. Langkah ini merupakan strategi tepat karena menumbuhkan industri penunjang seperti industri methanol baik itu berbasis gas alam maupun batubara.
Target Mandatori Biodiesel berdasarkan Permen ESDM No. 12/2015. Mulai 1 Januari 2020 diberlakukan Mandatori B30 untuk seluruh sektor. Pemerintah telah menetapkan standar kualitas spesifikasi produk melalui SNI untuk menjaga kualitas dan melindungi konsumen.
Baca Juga: Pemerintah Kembangkan Biodiesel dari Sawit, Ini Sederet Efek Negatifnya
“Kementerian ESDM akan mulai mengintroduksi prinsip keberlanjutan,” jelas dia.
Sampai tahun ini, kapasitas terpasang produksi biodiesel mencapai 12,6 juta Kl. Terdapat 27 badan usaha yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Fadhil Hasan menjelaskan pemerintah berupaya menekan besarnya insentif biodiesel melalui tiga strategis kebijakan. Pertama, Pemerintah mengganti formula perhitungan HIP Biodiesel untuk menurunkan selisih/subsidi biodiesel.
Kedua, Dana Pungutan ekspor (levy) Terbaru diterapkan progressif sesuai dengan PMK 191/2020. Pungutan ekspor diharapkan mampu mempertahankan momentum hilirisasi industri turunan sawit dalam negeri.
Kebijakan ketiga adalah program B-40 akan diimplementasikan pada bulan Juli 2021, dimana sebagai catatan bauran kebijakan ini menjadi sentiment positif keberlangsungan program B-30 di Indonesia.
Dijelaskan Fadhil bahwa masa depan program biodiesel sangat dipengaruhi oleh dinamika harga CPO dan minyak bumi. Oleh karena itu selain penyesuaian kebijakan pungutan ekspor, keberlanjutan program biodiesel sangat tergantung dari komitmen untuk juga mereview kebijakan harga minyak bumi.
“Program B-30 ini memiliki resiko dan ketidakpastian jika hanya mengandalkan kebijakan dari sisi PE dan industry sawit secara keseluruhan,” paparnya.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengungkapkan indeks ketahanan energi Indonesia mencapai 6,57 ini dikategorikan baik karena pasokan energi terbarukan cukup melimpah salah satunya dari biodiesel.
Program mandatori biodiesel mengurangi konsumsi solar sekitar sekitar 7,2 juta KL pada 2019 serta menghemat devisa sebesar USD 2 miliar atau Rp 28 triliun.
“Tahun ini program B30 diproyeksikan menghemat devisa sebesar USD 8 miliar,” ungkap Djoko.
Ketua Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia, Tatang Hernas Soerawidjaja mengungkapkan masa depan bioesel masih cerah asalkan mutunya makin ideal.
“Biodiesel ini bakar terbarukan dan memanfaatkan bahan mentah lokal,” ujar Tatang.
Pengembangan biodiesel di Indonesia sangat menjanjikan. Bahan mentah semuanya ada disini. Di sisi lain, Indonesia kekurangan bahan baku BBM. Inovasi biofuel sangat dibutuhkan untuk mengatasi defisit pasokan minyak bumi.
Bahan baku biodiesel tidak mesti bertumpu dari sawit melainkan dari bahan baku tanaman lain seperti pongan, nyamplung, dan kelor.