Suara.com - Tujuh industri yang saat ini sedang menikmati harga gas khusus dari pemerintah harus bersiap-siap kehilangan hak istimewa tersebut. 7 industri yang mendapatkan harga gas khusus itu disebut tidak memberikan kenaikan kontribusi kepada pemerintah.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan jika dari tujuh industri yang ditetapkan mendapat harga gas 6 dolar AS per MMBTU, tidak seluruhnya memberikan multiplier effect pada masyarakat dan perekonomian.
“Saya rasa satu tahun cukup untuk dievaluasi. Apakah industri-industri tersebut layak atau tidak mendapatkan harga gas tersebut. Jika tidak, sebaiknya dikembalikan seperti awal, atau dialihkan untuk industri yang lebih layak,” kata Mamit, Rabu (16/12/2020).
Seperti diketahui, kebijakan harga gas sebesar 6 dolar AS per MMBTU yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Baca Juga: Pernah Susah, Pengusaha Ini Bantu Lunasi 114 Tagihan Gas dan Air Tetangga
Perpres tersebut kemudian diturunkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Adapun aturan teknisnya dituangkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 89 K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Dalam Kepmen 89 ESDM itu disebutkan tujuh sektor industri yang memperoleh gas dengan harga khusus 6 per dolar AS MMBTU. Yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet. Berdasarkan aturan tersebut, skema harga ini berlangsung dari 2020 sampai 2024.
“Jadi yang perlu diubah saya rasa cukup Kepmen 89 ESDM saja, karena yang mengatur inudstri mana saja yang mendapat jatah 6 per dolar AS MMBTU ada di situ,” katanya.
Oleh karena itu, Mamit meminta agar Kemenperin, Kementerian ESDM, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Keuangan duduk bersama dan melakukan evaluasi terhadap regulasi harga gas industri ini. Apakah dampak yang diharapkan sudah sesuai atau sebaliknya.
“Rangkaian evaluasi ini perlu dibuka, jangan sampai nanti dampaknya adalah harga gas turun tetapi multiplier effect nya tidak terlihat. Karena yang dipotong ini adalah jatah negara, jangan sampai negara justru dirugikan,” katanya.
Baca Juga: Panen Nyinyiran Usai Ditunjuk Dampingi Menhan, Suryo Prabowo: Salahku Apa?
Mamit mengingatkan, kebijakan harga gas 6 dolar AS per MMBTU awalnya ditujukan agar beban biaya industri berkurang, sehingga bisa bersaing dengan produk luar negeri dan harga produk yang lebih rendah itu juga dapat dinikmati oleh masyarakat.
Dengan bersaingnya industri nasional, maka penjualan industri meningkat, sehingga penerimanan negara meningkat dari penerimaan pajak. Dari situlah jatah negara yang dikurangi dari penurunan harga gas dapat dikembalikan.
"Berdasarkan perhitungan yang saya lakukan, negara bisa kehilangan potensi pendapatan sebesar 14,39 juta dolar AS atau Rp 223,13 miliar dengan kurs Rp 15.500 dengan pengurangan harga gas di hulu itu. Saya menghitung untuk enam industri yaitu petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan sarung tangan karet," kata Mamit.
Hanya saja, dengan kondisi Pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh industri, membuat keputusan evaluasi kebijakan harga gas industri menjadi cukup berat.
“Evaluasi tetap perlu dilakukan, namun tetap mempertimbangkan kondisi industri. Kita berharap saja, pandemi bisa berakhir di tahun depan,” pungkasnya.
Sebelumnya Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam, dalam Oil & Gas Stakeholders Gathering 2020, Rabu (9/12/2020) mengusulkan agar harga gas khusus bagi industri yang tidak memiliki performa bagus dinaikkan di atas USD6 per MMBTU.
Sebab selama kebijakan tersebut diterapkan, terdapat industri yang belum memberikan dampak seperti yang diharapkan. Pemerintah bisa melihat performa perusahaan yang mendapat fasilitas penurunan harga gas tersebut dari kontribusi pajak dan ekspansi perusahaan.
Oleh karenanya, pemerintah berencana untuk menaikkan harga gas industri yang tidak memiliki performa baik dari 6 dolar AS per MMBTU menjadi 6,5 dolar AS per MMBTU- 7 dolar AS per MMBTU. “Saat ini sedang kami verifikasi,” ujar Khayam.