Suara.com - Dana Ventura Sembrani Nusantara, sebagai pionir dana ventura yang diberikan lisensi resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berinvestasi pada startup dan dikelola oleh BRI Ventures, kembali mengumumkan investasi di luar sektor fintech. Kali ini, perusahaan modal ventura di bawah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. itu berpartisipasi dalam pendanaan Seri-A dari merek sepatu lokal, Brodo.
Pendanaan ini akan digunakan untuk memperluas bisnis utama Brodo dan memperbesar bisnis platform pemasaran digitalnya yang dinamakan Boleh Dicoba Digital (BDD). Ronde pendanaan ini juga diikuti oleh GDP Venture, perusahaan modal ventura asal Indonesia.
GDP Venture sendiri merupakan investor yang sudah lama berinvestasi di ranah konsumen, media, dan entertainment dengan portofolio seperti Blibli, Tiket.com, KASKUS, Endeus, 88rising, dan lainnya.
Didirikan pada tahun 2010, Brodo memulai perjalanannya pada zaman dimana masih ada stigma yang membuat konsumen memiliki persepsi bahwa kualitas sepatu merek internasional selalu jauh lebih bagus daripada sepatu bermerek lokal. Padahal para pendiri Brodo yakin, pengrajin lokal pun bisa membuat sepatu dengan kualitas yang sama.
Sayangnya belum ada merek yang bisa mewakili aspirasi konsumen. Pada waktu itu, Yukka Harlanda dan Putera Dwi Karunia kemudian mencoba peruntungan mereka dengan menjual sepatu berbahan dasar kulit.
Baca Juga: Bank BRI Catat Pertumbuhan Tertinggi Penjualan SR013
Satu dekade berlalu, saat ini Brodo sudah merambah ke model sepatu lain dengan bahan dasar kanvas dan berkolaborasi dengan seniman-seniman muda lokal untuk meluncurkan sepatu- sepatu edisi terbatas.
Selain itu, Brodo juga menempatkan diri sebagai pelopor brand khusus pria, dengan pendekatan pemasaran yang relevan dengan konsumen.
“Kami mendukung penuh usaha Brodo dalam membangun bran yang kuat, dibantu oleh kemampuan yang sangat mumpuni di bidang pemasaran digital,” ucap CEO BRI Ventures, Nicko Widjaja.
“Pemahaman Brodo akan segmen yang mereka layani dan ambisi mereka untuk mendukung UMKM lainnya naik kelas bersama lewat utilisasi platform digital BDD menjadi sesuatu yang kami sangat apresiasi,” tambahnya.
“BDD yang telah dibangun Brodo sudah menjadi cloud marketing platform bagi bran lokal, diantaranya seperti Eiger, Cotton Ink, Kick Avenue, Rata.id, Never Too Lavish, dan banyak lagi. Saya sendiri melihatnya sebagai komponen yang terpenting dalam bisnis Brodo kedepannya, seperti AWS yang telah menjadi cloud computing platform untuk para startup yang juga merupakan bagian dari Amazon,” lanjutnya.
Baca Juga: Ciptakan SDM Unggul dan Berdaya Saing Global, Bank BRI Hadirkan BRILSP
Sementara itu, CEO Brodo, Yukka Harlanda, menambahkan, “Menjadi sebuah kehormatan bagi Brodo bisa bergabung menjadi bagian dari keluarga BRI Ventures dan GDP Venture. Mencari partner yang satu visi dan misi tidaklah mudah, Sejak hari pertama kita saling bertemu, ibarat jodoh, tidak ada sekalipun keraguan atas potensi brand lokal asli Indonesia untuk bisa eksis dan tumbuh di pasar Internasional. Kami berharap, ini bisa menjadi momentum kebangkitan untuk brand UMKM lokal, terutama di momen penuh tantangan seperti sekarang, karena kami selalu dan harus percaya bahwa dibalik krisis akan ada kesempatan."
"Kami akan menggunakan dana ini untuk 2 hal utama, yaitu berinvestasi pada inovasi produk dan rantai pasok di industri sepatu yang ditopang oleh para pelaku industri kecil dan menengah Indonesia. Kedua, sesuai dengan komitmen Brodo terhadap ekosistem bran lokal, kami akan meluncurkan servis dan tools untuk membantu para brand lokal lainnya untuk bisa tumbuh berkembang lebih cepat lagi. Tidak terlalu banyak yang perlu dirayakan, sekarang waktunya kembali ke meja kerja, meja gambar, dan meja jahit, karena perjalanan kita baru saja dimulai," katanya.
“Investasi kami pada Brodo sesuai dengan fokus kami pada sektor ritel yang mengedepankan pendekatan dengan kearifan lokal serta memanfaatkan kanal-kanal digital secara optimal," ujar Ketua Pengelola Investasi Sembrani Nusantara, Markus Rahardja.
Sektor ritel di Indonesia sendiri merupakan pasar yang sangat dinamis. Untuk memenangkan pasar yang daya belinya sedang meningkat ini, persaingan tidak hanya terjadi antar merek namun juga dengan para pemasok barang palsu. Pada 2014, kerugian yang dialami negara sebagai akibat dari perdagangan barang palsu mencapai 4 miliar dolar AS. Seringkali ketersediaan barang palsu menjadi alternatif bagi segmen konsumen yang sadar merek namun belum dapat membeli produk dengan merek internasional karena harganya yang relatif lebih mahal.
“Para pendiri Brodo menyadari hal ini dan berharap munculnya merek-merek lokal dengan kualitas yang tidak kalah baik dapat menjadi solusi bagi konsumen. Selain itu, konsumen generasi milenial dan generasi Z juga sudah sangat savvy dan tidak hanya memedulikan brand apa yang mereka pakai, tetapi juga prinsip dan idealisme apa yang diusung oleh brand tersebut dan customer experience seperti apa yang mereka dapat saat berinteraksi dengan brand,” tutup Markus.