Suara.com - Tahun 2020 menjadi tahun yang cukup berat bagi seluruh lapisan masyarakat di tanah air. Kondisi serupa juga dialami para pelaku usaha yang bergerak di sektor konstruksi, khususnya di industri baja ringan.
Seperti diketahui, di awal tahun, sebelum berakhirnya gempuran baja ringan impor yang massif, pandemi Covid-19 merebak. China sebagai salah satu produsen terbesar baja dunia yang menjadi sumber penyebaran virus corona, menghentikan aktivitas industrinya. Namun kondisi ini juga sulit dimanfaatkan para pelaku usaha baja dalam negeri.
Supplay dan demand dalam negeri saat pandemi terganggu akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Proyek-proyek infrastruktur sebagian besar terhenti. Pabrik banyak yang berhenti beroperasi. Dampaknya perekonomian terpuruk.
Sekjen Asosiasi Roll Forming Indonesia (ARFI), Nicolas Kesuma mengakui, tantangan di tahun 2020 memang sangat berat. Bahkan menurutnya, dampak perekonomian di tahun ini lebih berat dari dampak krisis ekonomi tahun 1998 silam.
Baca Juga: Arsitek Lebanon Bangun Sekolah dengan Teknik Konstruksi di Bulan
“Tantangan di tahun 2020 ini sangat berat. Bahkan beberapa teman-teman (pengusaha-red) sendiri itu mengatakan bahwa tahun 2020 ini efek pandemi lebih parah dari 1998 (krisis ekonomi-red),” kata Nicolas ditulis Rabu (9/12/2020).
Sejak pertengahan tahun, pemerintah sendiri telah berupaya melakukan pemulihan ekonomi nasional.
Semua sektor industri yang mampu membangkitkan perekonomian didorong untuk kembali berproduksi.
Berbagai bantuan stimulan digelontorkan untuk menggerakkannya dengan harapan ekonomi bangsa bisa stabil kembali.
“Untuk itu pemerintahan Presiden Joko Widodo membentuk Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional (Satgas PEN) dibawah komando Menko Perekonomian, bapak Airlangga Hartarto. Tim khusus ini bertugas untuk memulihkan perekonomian bangsa. Jadi semua sektor industri itu dibangkitkan kembali untuk mendorong roda perekonomian,” terang Nicolas.
Baca Juga: Kinerja Sektor Konstruksi Anjlok Imbas Pandemi, Ini Kata Pengamat
Para pelaku usaha sendiri tidak tinggal diam. Berbagai inovasi dilakukan untuk dapat meningkatkan utilitas produksi mereka. Namun demikian, Nicolas menjelaskan, hal yang paling penting di penghujung tahun 2020 ini dari kacamata Sekjen ARFI ini adalah adanya faktor-faktor Politik, Ekonomi, Sosial dan Teknologi (PEST).
Nico menjelaskan, faktor ini yang sangat krusial untuk dijaga bersama seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Insiden-insiden yang dinilai berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban, khususnya yang terjadi di Ibukota, yang bisa berdampak pada proses pemulihan ekonomi di tahun 2021 harus bisa dihindari.
Hal ini dinilai sangat penting guna membangun optimisme para pengusaha yang sangat mengharapkan adanya rebound di tahun 2021 mendatang.
“Khususnya stabilitas politik sangat Krusial dalam pertumbuhan Ekonomi. Di samping kita tetap optimis dalam bidang usaha, stabilitas negara pun wajib kita dukung penuh khususnya kepada aparat TNI POLRI yang menjaga stabilitas NKRI dari ancaman pihak manapun. Makanya ini saya bilang analisis PEST. Politik, Ekonomi, baru kita masuk ke Sosial. Ketika politik ini tidak stabil, ekonomi juga pasti akan tidak stabil. Nah efeknya kepada sosial ini. Jadi semua komponen analisis ini berkaitan. Baru kemudian kita lihat faktor teknologi jangan sampai digunakan untuk hal-hal yang negatif,” tutur Nicolas.
Secara general, Nicolas menjelaskan, ARFI selaku asosiasi manufaktur mendukung penuh kepada Negara, khususnya TNI-Polri agar menjaga stabilitas kondisi NKRI yang lebih aman dan kondusif karena kondusifitas inilah yang akan membantu dalam upaya mendongkrak ekonomi bangsa.