Suara.com - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok merasa keberatan dengan kebijakan di sektor minyak dan gas (Migas) pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kali ini, Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menilai kewajiban Pertamina untuk menyerap minyak produksi dalam negeri justru memberatkan perusahaan.
Adapun kewajiban tersebut, tertuang dalam aturan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
"Dengan rendah hati, saya ingin minta dukungan pemerintah, SKK Migas, dan Menteri Keuangan soal aturan penyerapan minyak mentah," ujar Ahok dalam acara International Oil and Gas Convention 2020 yang ditulis, Kamis (3/12/2020).
Baca Juga: Pakai Cara China Awasi Pertamina, Ahok: Cuan, Cengli, dan Cincai
Keberatan itu dikarenakan minyak mentah dari domestik yang diserap Pertamina tak semuanya bisa diolah. Sehingga, hal ini bisa menimbulkan kerugian bagi Pertamina.
"Regulasi yang ada tidak memungkinkan untuk kami bisa mengolah dan memfilter mana minyak mentah yang memang bisa diolah mana yang sebenarnya tidak bisa diolah," ucap Ahok.
Untuk diketahui, kebijakan ini diambil pemerintahan Jokowi agar bisa menekan impor BBM yang masih tinggi. Impor BBM ini merupakan salah satu penyumbang terbesar pada defisit neraca perdagangan kala aturan itu dibuat.
Dalam aturan ini, volume yang wajib dijual kontraktor ke Pertamina sebesar 225 ribu barel per hari (bph) dari jumlah produksi minyak mentah nasional.
Sementara, jumlah produksi minyak mentah nasional saat ini mencapai 775 ribu bph, yang mana sebanyak 550 ribu bph merupakan bagian pemerintah dan Pertamina.
Baca Juga: Ahok Kritik Kebijakan CPO dan Batu Bara Jokowi Demi Cuan
Sebelumnya, Ahok menilai berbeda dua kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di bidang Minyak dan Gas (Migas).
Dua kebijakan itu adalah program biodiesel 30 persen atau B30 dan gasifikasi batu bara.
Ahok melihat, dua kebijakan itu justru membebankan pemerintah. Pada program B30 jelasnya, seharusnya minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) tak semua digunakan untuk bahan bakar Biodiefel atau FAME.
CPO, kata Ahok, sebagian bisa diekspor untuk mengurangi defisit anggaran pemerintah.
"FAME itu bisa mengurangi defisit. Harusnya, saat harga CPO lebih tinggi dari minyak mentah, akan lebih baik diekspor, karena tidak ada gunanya produksi very high untuk FAME," ujar Ahok dalam acara acara International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas, Rabu (2/12/2020).