Dalam Perpres tersebut, pemerintah menetapkan harga gas bumi yang sebelumnya 7 dolar AS per Million British Termal Unit (MMBTU) diturunkan menjadi 6 dolar AS per MMBTU.
Pada 6 April 2020 Menteri ESDM merilis Peraturan Menteri ESDM No 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Pasal 3 ayat 1 peraturan itu mengatur harga gas bumi tertentu di titik serah pengguna gas bumi (plant gate) ditetapkan sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
Ada tujuh sektor industri yang dapat harga khusus dari kebijakan tersebut, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan industri sarung tangan karet. Sebagai dampak kebijakan itu pemerintah merelakan jatahnya dari penjualan migas di hulu dipangkas sekitar 2 dolar AS per MMBTU.
Kebijakan pemerintah memangkas harga gas bumi untuk industri tertentu di level 6 dolar AS per MMBTU memang jadi bumerang jika tidak didukung insentif bagi pengembang infrastruktur gas bumi.
Karena dengan margin yang terbatas, perusahaan akan lebih memilih risiko terendah, yaitu mengelola infrastruktur yang sudah jelas pasokan dan pasarnya.
Komaidi bilang, akan sangat berat jika memaksa perusahaan yang marginnya dipangkas oleh kebijakan pemerintah untuk membangun infrastruktur gas bumi.
Kecuali ada insentif yang memberikan solusi bagi pengembang infrastruktur bahwa bisnis mereka tetap sehat ketika ekspansi," tegas Komaidi.
"Kalau investor melihat investasi di tempat lain, misalnya, bisa dapat IRR 12 persen, sementara di infrastruktur gas bumi IRR nya lebih rendah, maka tidak akan ada investor yang mau berinvestasi untuk mengembangkan infrastruktur gas," papar dia.
Baca Juga: Terkontraksi Akibat Wabah, Industri Hulu Migas Butuh Keberlangsungan
Dengan melambatnya pengembangan infrastruktur gas, pada akhirnya target Pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi domestik sulit terealisasi karena infrastrukturnya tidak tumbuh