Kisah Perjuangan Nenek Aisah Lawan Penyakit Jantung dan Paru-paru

Rabu, 25 November 2020 | 15:44 WIB
Kisah Perjuangan Nenek Aisah Lawan Penyakit Jantung dan Paru-paru
Aisyah, peserta BPJS Kesehatan. (Dok : BPJS Kesehatan).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setiap orang tentu selalu ingin hidup sehat dan normal. Seperti halnya seorang wanita paruh baya yang berjuang melawan penyakitnya untuk bisa kembali hidup sehat.

Wanita paruh baya itu bernama Aisyah. Di usianya yang sudah 67 tahun, nenek tersebut berharap penyakit jantung dan paru-paru yang dialaminya bisa benar-benar pulih. 

Suara.com berkesempatan mengunjungi nenek Aisyah di kediamannya Jalan Kesederhanaan Dalam RT 001 RW 001, Kelurahan Keangungan, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat, Sabtu  (21/11/2020).

Aisyah menceritakan, penyakit komplikasi yang dialaminya belum benar-benar pulih. Ia kerap merasakan sakit di bagian dada.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Apresiasi Kinerja Industri Keuangan terhadap JKN-KIS

"Kelihatannya saat ini mungkin terlihat sehat saja. Tapi kalau kebanyakan aktivitas, kecapean, pasti dada langsung sesak," ujarnya, di lokasi, Sabtu (21/11/2020). 

Penyakit tersebut dialami Aisyah sejak tahun 2015 silam. Saat itu, ia yang sedang berbaring di tempat tidurnya merasakan sakit luar biasa pada bagian dadanya.

"Saat itu hari Jumat tanggal 17 Agustus, saya berbaring di kasur tetiba dada sakit banget luar biasa. Sampai teriak-teriak minta tolong," sebutnya.

Aisyah yang tinggal dengan anak dan menantunya itu akhirnya di evakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Sesampainya disana, Aisyah langsung ditangani oleh dokter di ruangan instalasi gawat darurat (IGD).

Baca Juga: Erick Thohir: Peserta BPJS Kesehatan PBI Juga Dapat Vaksin Covid-19 Gratis

"Di ruangan IGD saja saya masih nangis-nangis menahan rasa sakit di dada. Akhirnya dokter ngomong kalau saya harus menjalani perawatan," ungkapnya.

Mendengar itu, Aisyah mengaku sempat bertanya kepada dokter penyakit apa yang dialaminya. Kemudian, dokter menjawab rasa sakit yang dirasakan dari pembengkakan jantung.

"Saya dan menantu kaget juga mendengar itu. Dokter bilang nenek kemungkinan besar rasa sakit itu dari pembengkakan jantung dan harus dirawat," tuturnya.

Karena divonis terkena penyakit jantung, Aisyah pun menuruti untuk dirawat. Ia dirawat selama delapan hari di RSUD itu.

"Dokter mengijinkan saya untuk rawat jalan di rumah karena kondisi sudah membaik. Tapi saya diminta setiap seminggu melakukan kontrol ke rumah sakit," paparnya.

Aisyah melakukan kontrol setiap sepekan. Namun, beberapa bulan setelahnya, ia jarang mengikuti anjuran dokter tersebut.

Sebabnya, dia mengaku, kesulitan jika harus berjalan seorang diri untuk kontrol ke RSUD. Terlebih jarak tempuh dari rumahnya ke rumah sakit membutuhkan waktu setengah jam jika naik kendaraan umum.

"Anak saya dan menantu kerja, tidak bisa selalu menemani kontrol. Sedangkan, saya kalau harus pergi sendiri jalan suka sempoyongan," imbuhnya.

Hingga setahun berlalu, Aisyah kembali harus dibawa ke RSUD hingga menjalani perawatan. Namun, kali ini, ia divonis dokter terkena penyakit paru-paru.

"Saya enggak bisa mikir apa-apa saat dokter sebut saya terkena paru-paru. Paru-paru saya sebelah sudah hampir rusak katanya," katanya.

"Kemudian saya menjalani perawatan lagi sampai delapan hari, diijinkan pulang. Dan saya diingatkan lagi dokter untuk diusahakan bisa kontrol seminggu sekali," sambungnya.

Kali ini, Aisyah rajin kontrol mengikuti saran dokter tersebut. Ia juga selalu ditemani oleh anaknya. Namun petaka muncul beberapa bulan kemudian, awal tahun 2019 lalu.

Aisyah tidak sadarkan diri tergeletak di pinggir jalan dekat rumahnya. Warga setempat memberitahu keluarganya hingga dia dibawa ke rumah sakit.

"Yang saya ingat itu saat mau beli bakso dekat rumah. Saya jalan sendirian enggak ditemani anak, lagi bawa bakso mau pulang ke rumah saya terasa jatuh," sebutnya.

"Saat jatuh itu saya tidak ingat apa-apa lagi. Saya sadar sudah berada di rumah sakit," lanjutnya.

Aisyah mengalami rekat tulang di pergelangan tangan kanannya. Akhirnya, dokter melakukan gips terhadap tangannya tersebut.

"Dokter sih bilang pengaruhnya saya jatuh itu karena masih ada bawaan terhadap jantung bermasalah. Akhirnya ya sudah tangan saya di gips karena tulang tangan retak," jelasnya.

Tak heran, jika Aisyah hingga kini juga masih merasakan sesak pada dadanya. Sebab, ia selalu banyak melakukan aktivitas dirumahnya, yakni masak dan lain-lain.

Namun, parahnya, Pantauan SuaraJakarta.id, di lokasi, rumah Aisyah sejatinya sudah kurang layak untuk dihuni. Suasana rumah yang pengap, banyak debu, membuat hal itu kemudian memicu Aisyah terus kembali sakit.

"Ini rumah warisan orang tua. Mau betulin juga belum ada uangnya karena harus kontrol ke dokter saja memakai uang buat perginya," lirihnya sambil sesenggukan.

Beruntungnya, Aisyah melanjutkan, ia memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Jika tidak, biaya perawatan selama di rumah sakit hingga kontrol harus mengeluarkan uang.

"Semua itu gratis berkat BPJS. Kalau bayar bisa puluhan juta, jual rumah ini juga enggak cukup buat menanggung penyakit dan musibah yang saya alami," tuturnya.

Aisyah juga kembali mengucap rasa syukur. Ia memiliki kartu BPJS Kesehatan yang didaftarkan oleh pemerintah atau Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Anak Aisyah, Virdha Listya membenarkan bahwa orang tuanya sering keluar masuk RSUD karena penyakitnya. Beruntungnya, kata dia, ada BPJS Kesehatan yang bisa menanggung semua biayanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI