Suara.com - Akselerasi belanja negara terus diupayakan untuk mendukung penanganan pandemi covid-19, dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Akibatnya, hingga akhir bulan Oktober 2020, belanja negara membengkak hingga mencapai Rp 2.041,8 triliun.
Sementara itu, penerimaan negara hingga Oktober 2020 tercatat hanya sebesar Rp 1.276,9 triliun.
Rinciannya, penerimaan perpajakan tercatat Rp 991 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 278,8 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp 548 triliun.
Baca Juga: Penerimaan Bea Cukai Masih Beri Nafas Lega Menkeu Sri Mulyani
Dengan demikian, didapatkan angka defisit APBN hingga Oktober 2020 mencapai Rp 764 triliun.
Dalam acara Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) yang diselenggarakan secara virtual, Senin (23/11/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan
belanja kementerian hingga akhir Oktober 2020 mencapai Rp 725,7 triliun.
Jumlah itu disumbang oleh belanja pegawai sebesar Rp 201,1 triliun; belanja barang Rp 264 triliun; belanja modal Rp 89,7 triliun; dan, belanja bantuan sosial Rp 170,9 triliun.
"Belanja pegawai dalam hal ini turun 1,7 persen, belanja barang tumbuh 11,7 persen, belanja modal negatif 11 persen, dan belanja bansos mengalami kenaikan yang luar biasa yaitu 86,3 persen. (Kenaikan belanja bansos) ini yang tadi untuk melindungi masyarakat sehingga terlihat kemampuan kita untuk mengurangi dampak negatif Covid terhadap kemiskinan," papar Sri Mulyani.
Untuk belanja non kementerian yang menyangkut di dalamnya mengenai alokasi untuk program PEN hingga akhir Oktober 2020, terlihat ada kenaikan sebesar 26,8 persen yaitu mencapai Rp 618,2 triliun.
Baca Juga: Pandemi Belum Berakhir, Setoran Pajak Masih Negatif 15 Persen
Sementara untuk belanja Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp 698 triliun, atau naik 3,1 persen.
“Adanya akselerasi belanja barang yang cepat pada kuartal ketiga menggambarkan bahwa keseluruhan kementerian melakukan berbagai kegiatan yang bisa diharapkan mendongkrak kembali ekonomi,” kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut, realisasi belanja barang tumbuh sebesar 11,7 persen, utamanya didorong pelaksanaan program PEN terutama untuk kesehatan dan berbagai bantuan pemerintah.
Untuk belanja operasional, jasa dan perjalanan dinas mengalami penurunan karena dipengaruhi oleh kebijakan pembatasan sosial.
Sedangkan untuk belanja barang yang diserahkan dan BLU mengalami kenaikan, yang terutama didorong pelaksanaan program PEN dan peningkatan belanja BLU untuk biodesel serta kelapa sawit.
Belanja untuk Kementerian Kesehatan juga meningkat cukup tinggi, karena penanganan covid-19 terutama untuk penanganan pasien, belanja alat kesehatan dan penyediaan sarana prasarana.
Untuk belanja pada Kementerian Tenaga Kerja dan UKM ada kenaikan karena bantuan upah dan bantuan produktif pelaku usaha mikro.
Realisasi belanja modal hingga akhir Oktober 2020 mengalami kontraksi hingga 11 persen, yang didorong adanya kebijakan refocusing dan restrukturisasi proyek dalam rangka penanganan covid-19 serta adanya pembatasan sosial.
Penyerapan belanja modal mencapai Rp 89,7 triliun, yang didukung oleh belanja modal pada beberapa Kementerian.
Misalnya, Kementerian Pertahanan yang telah melakukan pengadaan alutsista dan alat material kesehatan. Kementerian ESDM untuk pembangunan infrastruktur terutama untuk proyek gas bumi rumah tangga.
Sedangkan untuk Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan masih lebih rendah. Namun, tetap dapat memaksimalkan proyek-proyek infrastruktur untuk mendukung konektivitas dan pelayanan dasar.
Dirinya melanjutkan, penyerapan belanja kementerian tumbuh baik dan meningkat dibanding periode yang sama tahun 2019.
Itu disebabkan kementerian berfokus pada penanganan dampak covid-19, sementara beberapa lainnya tumbuh negatif akibat dampak pandemi.
Pertumbuhan belanja kementerian yang cukup tinggi itu terjadi di antaranya pada Kementerian Sosial sebesar Rp116,2 triliun (tumbuh 121,3 persen) yang digunakan untuk penyaluran stimulus sosial.
Kemudian Kementerian Kesehatan sebesar Rp 69,6 triliun (tumbuh 48,8 persen) yang digunakan untuk penanganan covid-19.
Selanjutnya Kemendikbud sebesar Rp 48,5 triliun (tumbuh 84,1 persen), Kementerian Ketenagakerjaan Rp 17,3 trilun (tumbuh 363 persen) digunakan untuk penyaluran subsidi upah/gaji bagi pekerja buruh, dan Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp22,4 triliun (tumbuh 3.171 persen) digunakan untuk penyaluran bantuan mikro.
“Ini menggambarkan dimana letaknya prioritas belanja pemerintah yaitu berbagai kementerian yang memberikan bantuan langsung kepada masyarakat,” pungkas Sri Mulyani.