Suara.com - Pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19 mengharuskan negara melakukan great reset, yang mengedepankan keberlanjutan.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Amalia Adininggar Wisyasari mengatakan, Covid-19 memberi pelajaran bahwa pemulihan harus dilaksanakan secara bersama dan inklusif, mengedepankan aspek sosial dan lingkungan yang selaras dengan prinsip pelaksanaan SDGs.
“Great reset itu sudah akan kita mulai lakukan di tahun 2021, dengan tagline pembangunan kita adalah bagaimana kita bisa bersama-sama mempercepat pemulihan ekonomi dan sekaligus secara bersamaan melakukan reformasi sosial,” kata Amalia dalam sesi diskusi Kontribusi Lintas Sektor Wujudkan Masa Depan Indonesia yang Berkelanjutan dalam webinar Unilever dengan tema Sustainability Day, Senin (23/11/2020).
Amalia menekankan pentingnya prinsip inklusif dan berkelanjutan sudah disadari sejak sebelum pandemi dan sudah tercantum jelas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020-2024.
Baca Juga: Jokowi: Strategi Keseimbangan Soal Covid-19 dan Ekonomi Mulai Kelihatan
“Kami butuh dukungan dan support dari masyarakat, maupun para pebisnis, dan industrialis dan seluruh komponen masyarakat sehingga kita bisa berkerja bersama-sama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di masa depan,” tambahnya.
Saat ini, kata Amalia, Indonesia tengah menerapkan strategi menuju pertumbuhan ekonomi hijau, yang dilakukan antara lain dengan mengembangkan rencana aksi strategis nasional dan sub-nasional untuk perubahan iklim.
Selanjutnya sejumlah kabupaten kota juga menyusun strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan. Berikutnya dilakukan perencanaan penganggaran hijau dan replikasi scaling up menuju program percontohan.
“Kita juga mempunyai beberapa pilot project dan mungkin nanti program-program percontohan ini akan di-scale up dan direplikasi ke tempat lain,” tambahnya.
President of Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) Shinta Kamdani mengatakan, pandemi telah menjadi alarm bagi semua pihak termasuk sektor swasta untuk bertransformasi yang selaras dengan SDGs.
Baca Juga: Kota Podomoro Tenjo Diharapkan Percepat Pergerakan Ekonomi Daerah
“Jadi kami melihat ini sebagai wake up call, dan bagaimana kami sekarang bisa mengakselarsikan. Karena jelas kepentingannya untuk sustainable bisnis,” kata Shinta.
Bagi sektor swasta, bukan lagi sebuah opsi tapi menjadi kewajiban untuk menjadi bagian dalam pembangunan berkelanjutan bersama pemerintah dan masyarakat.
“Dalam RPJMN swasta dilibatkan, dalam perencanaan maupun action-nya,” kata Shinta.
Tren ini menurutnya juga terjadi secara global. Shinta mengingatkan bahwa untuk mencapai SDGs hingga 2030 dibutuhkan investasi Rp 10.397 triliun.
“Jadi kalau hanya bertumpu pada ABPN tidak mungkin, gap-nya ada sekitar Rp 2.867 triliun untuk bisa mencapai SDGs, kesenjangan pembiayaan ini ada pada infrastruktur, perubahan iklim, keanekaragaman hayati, ketahanan pangan, pendidikan, dan kesehatan,” tambahnya.
Selain itu juga dibutuhkan dukungan non finansial yang bisa diemban oleh sektor swasta.
“Ada tiga fokusnya, pertama dari segi rantai suplai, dibutuhkan satu inovasi dengan suplier, yaitu bagaimana mengembangkan inovasi dalam produksi berkelanjutan,” tambah Shinta.
Dua fokus non finasial lain yang bisa disokong swasta adalah dari sisi manajemen yang mengedepankan SDGs dan ekosistem.
Sementara itu, Direktur Unilever Indonesia Ira Noviarti mengatakan Unilever Indonesia meyakini masa depan berkelanjutan menjadi tanggung jawab bersama.
“Dan kita harus menjadi bagian dari solusi tersebut, oleh karena itu, kami mengambil peran dalam upaya mengatasi sejumlah isu yang menjadi permasalahan dunia, yang tentunya sejalan dengan sejumlah pilar Sutainability Developmet Goals,” kata Ira.
Komitmen tersebut katanya sudah tertuang dalam Unilever Sustainable Living Plan yang diluncurkan pada 2010, selain itu Unilever juga telah menandatangani nota kesepahaman dengan Bappenas untuk mendukung pelaksanaan SDGs.
Ira menjelaskan ada tiga program pokok berkelanjutan dalam bisnis Unilever. Pertama, kesehatan yang berfokus pada kebersihan dan nutrisi.
Realisasinya, antara lain Unilever telah menjangku 100 juta penduduk dalam pengembangan pola hidup bersih dan sehat, lewat program untuk Ibu dan sekolah. Di bidang nutrisi kata Ira, Unilever mengembangkan future food.
“Yaitu membantu masyarakat melakukan transisi menuju pola makan yang lebih sehat dan mengurangi dampak lingkungan dari rantai makanan,” jelas Ira.
Program kedua, yaitu lingkungan dari hulu ke hilir, yang antara lain dilakukan dengan penyimpanan air, menggunakan energi terbarukan, mengelola limbah plastik kemasan produk, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2018, kata Ira Unilever mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 33 persen.
Ketiga, membantu penghidupan masyarakat, misalnya dengan pemberdayaan pedagang kecil. Di masa pandemi Unilever memberi bantuan kepada 147 ribu pedagang kecil.