Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, instansi pemerintah diwajibkan menyerahkan piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya.
Tatacara Penagihan
Prinsip pertama yang dianut dalam pengurusan piutang negara adalah due process of law, yang bermakna, debitor dipanggil untuk diberi kesempatan menyampaikan bukti terkait dengan utangnya dan cara penyelesaiannya.
Apabila debitor sepakat mengenai jumlah utang dan cara penyelesaiannya (mengangsur atau membayar sekaligus), maka dibuat Pernyataan Bersama (PB). Jika PB tidak dapat dibuat karena alasan yang sah, maka DJKN/PUPN menerbitkan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN).
Apabila debitor tidak mampu melunasi, ditawarkan alternatif penyelesaian lain seperti:
- Debitor diberi kesempatan menjual sendiri barang jaminan;
- Penjamin hutang diberi kesempatan melakukan penebusan;
- Kemungkinan diberi fasilitas restrukturisasi oleh Penyerah Piutang, setelah pengurusan piutang ditarik dari PUPN terlebih dahulu.
- Selain pendekatan non-eksekusi, PUPN/DJKN memiliki kewenangan untuk melakukan penagihan sekaligus dengan Surat Paksa, Penyitaan, dan Pelelangan Barang Jaminan.
Kewenangan lain yang dimiliki PUPN/DJKN dalam penagihan piutang negara yaitu melalui:
Pencegahan bepergian ke luar negeri dan juga pemblokiran harta kekayaan lain, termasuk pemblokiran dan penyitaan rekening di bank; serta Paksa Badan.