Suara.com - Citibank Indonesia melaporkan laba bersih sebesar Rp1,9 triliun pada kuartal ketiga tahun 2020. Meskipun dalam ketidakpastian ekonomi, Citibank tetap mencatatkan kinerja yang positif dan berhasil mencatatkan Return on Equity dan Return on Assets sebesar masing-masing 15 persen dan 3,9 persen.
Selama periode tersebut, Citibank juga meningkatkan cadangan kerugian kredit sejalan dengan dampak pandemi yang sedang berlangsung. Meskipun demikian, Citibank tetap melaporkan Non-Performing Loans (NPL) gross dan net yang stabil masing-masing sebesar 2,8 persen dan 0,3 persen.
Portofolio kredit di akhir kuartal ketiga meningkat 6 persen secara year-to-date menjadi Rp47,4 triliun.
Kontribusi utama pertumbuhan portfolio kredit berasal dari lini bisnis Institutional Banking, terutama pada sektor industri manufaktur, pertanian dan kehutanan serta perantara keuangan.
Pertumbuhan portofolio kredit ditunjang oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga berkelanjutan yang tumbuh sebesar 10 persen memungkinkan Bank untuk mencatatkan rasio lending-to-funding (LDR) yang sehat sebesar 76,6 persen.
Selain sangat likuid, Citibank juga memiliki tingkat kecukupan modal yang sangat baik dengan rasio KPMM sebesar 26,5 persen.
CEO Citibank Indonesia Batara Sianturi mengatakan di tengah ketidakpastian akibat pandemi COVID-19, perseroannya berkomitmen untuk terus menjaga tingkat likuiditas dan meningkatkan kecukupan modal.
"Neraca kami memiliki kapasitas untuk terus melayani kebutuhan nasabah kami. Dengan penekanan yang kuat pada manajemen resiko, kami akan terus melayani secara hati-hati di masa-masa penuh tantangan ini," kata Sianturi dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Citibank memperkirakan bahwa pemulihan perekonomian Indonesia akan terus berlanjut di beberapa kuartal mendatang. Dimulainya kembali reformasi melalui Omnibus Law, telah memberikan sinyal positif bagi para investor global.
Sementara itu, pemulihan ekspor yang cukup pesat dan minat investor global terhadap investasi ke aset Indonesia mulai pulih, di saat impor relatif masih lemah.
Kombinasi tersebut telah membantu meningkatkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan valuta asing di pasar valuta asing, yang berujung pada penguatan rupiah.
Di tengah inflasi yang masih rendah, bank memperkirakan bahwa stabilitas mata uang dapat membuka ruang untuk penurunan suku bunga yang lebih banyak, yang selanjutnya dapat mendukung pemulihan ekonomi.