Suara.com - Kalangan swasta tidak bisa melakukan perjanjian konsensi atas lahan yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tanpa ada persetujuan dari pemilik lahan.
Hal itu dikemukakan ahli hukum tata negara Margarito Kamis menanggapi kisruh yang dihadapi PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan anak usahanya yakni PT Karya Citra Nusantara (KCN) dalam pengelolaan kawasan pelabuhan Marunda.
KCN yang merupakan anak usaha KBN dengan mitra swastanya yakni PT Karya Teknik Utama (KTU) telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan KSOP V Marunda untuk 70 tahun.
"Tidak boleh KCN melakukan perjanjian konsensi lahan dengan pihak lain tanpa izin dari pemilik lahan yakni KBN. Itu tegas ada aturannya. KBN harus menghentikan tindakan yang telah dilakukan KCN agar tidak menimbulkan kerugian negara," ujar Margarito dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (9/11/2020).
Baca Juga: Kisruh Saham di Pelabuhan Marunda, Wagub DKI Berharap MA Beri Putusan Adil
Sebelumnya, KBN melalui Sekretaris Perusahaannya GA Gunadi, mengatakan PT KCN menggunakan aset KBN (dengan melakukan konsesi) tanpa alas hukum dan tanpa ijin persetujuan Menteri BUMN, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, dan tanpa perubahan Kepres 11 tahun 1992 yang mengatur Penunjukan Dan Penetapan Wilayah Usaha PT KBN.
Gunadi memastikan, sebagai pemilik lahan, KBN tidak pernah memberikan ijin bagi KCN (selaku anak perusahaan yang dibentuk PT KBN) untuk melakukan kerjasama konsensi dengan pihak lain.
Selain itu, Gunadi mengatakan bahwa sejak 2015 hingga 2019, KCN belum pernah mengadakan RUPS Pertanggungjawaban keuangan dan pengelolaan perusahaan.
KCN juga tidak membuat RKAP tahun 2016, 2017, 2018, 2019 dan 2020 sehingga tidak ada penyelenggaraan RUPS pengesahaan RKAP.
Hal ini menunjukan bahwa tidak ada persetujuan yang diberikan oleh KBN sebagai pemegang saham atas tindakan yang dilakukan oleh direksi KCN.
Baca Juga: Tinjau Lokasi, DPRD DKI Permasalahkan Batas Pelabuhan Marunda
Kerja sama dengan KSOP V Marunda juga dinilai menyalahi aturan Permenhub RI Nomor PM 15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Bentuk Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
Pasal 29 ayat 2 menyebutkan bahwa dalam hal penugasan/penunjukan BUP maka harus memenuhi ketentuan, lahan dimiliki oleh BUP.
Pasal 29 ayat 3 menjelaskan, yang dimaksud lahan yang dimiliki adalah lahan yang nyata-nyata dimiliki dan dikuasai oleh BUP.
Pasal 29 ayat 4 menjelaskan, lahan diserahkan haknya kepada penyelenggara Pelabuhan sebagai HPL sebelum perjanjian konsesi ditandatangani.
Margarito mengatakan bahwa KBN dapat memintakan ke pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang telah dibuat oleh anak usaha dengan mitra usahanya itu.
"KBN juga perlu memaparkan hal ini kepada komisi di DPR yang membawahi untuk mendapatkan dukungan secara politik. Jadi dua jalur ditempuh, hukum dan politik. Seharusnya posisi KBN sebagai BUMN mendapatkan dukungan. Dan bukan sebaliknya, swasta yang mendapatkan keistimewaan," katanya.
Margarito bahkan mempertanyakan berlarutnya kasus yang terjadi bertahun-tahun ini tanpa penyelesaian yang memadai.
Oleh karena itu ia mengharapkan adanya perhatian dari pihak pemerintah dan DPR atas kasus yang berpotensi merugikan negara dan juga menghilangkan aset negara.