Suara.com - Di masa pandemi covid-19 ini, perpustakaan telah bertransformasi berbasis inklusi sosial agar masyarakat memperoleh akses pengetahuan baik secara onsite maupun secara online melalui layanan internet. Hal ini guna mendorong inovasi dan kreativitas.
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpusnas RI, Deni Kurniadi mengatakan, perpustakaan menjadi tempat berlatih keterampilan dalam menumbuhkan kecakapan dan keterampilan kerja agar bisa memenuhi kebutuhan terhadap pengetahuan maupun kesejahteraan masyarakat.
“Perpustakaan bisa digunakan sebagai tempat kelas pembelajaran bagi semua lapisan masyarakat (pelajar, mahasiswa, para pekerja dan lainnya), sehingga mengembangkan keterampilan berbasis potensi lokal agar masyarakat mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya,” ujar Deni dalam acara webinar, Jumat (6/11/2020).
Menurutnya, masyarakat bisa memanfaatkan perpustakaan untuk mengembangkan kemampuan berwirausaha, termasuk menciptakan peluang kerja sehingga bisa meningkatkan pendapatan keluarga.
Baca Juga: 11 Pegawai Perpustakaan & Kearsipan Pekanbaru Kena Covid-19
Diharapkan Indonesia berpenghasilan menengah tinggi yang sejahtera, adil dan berkesinambungan. Melalui pengembangan layanan literasi berbasis inklusi sosial diharap meningkatkan kemampuan literasi masyarakat agar kualitas hidup menjadi lebih baik.
“Jadi literasi memiliki kontribusi yang positif dalam rangka membantu menumbuhkan kreativitas, inovasi meningkatkan ketrampilan dan kecakapan sosial yang sangat dibutuhkan pada era revolusi industri 4.0 saat ini,” jelasnya.
Ia berharap dengan adanya transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial menjadi wadah menemukan solusi dari permasalahan kehidupan dan memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Masyarakat yang terus meningkatkan ilmu pengetahuan, nantinya berimplikasi kepada kesejahteraan.
Pihak Perpusnas sudah melakukannya sejak tahun 2018 di 59 kabupaten dan 21 provinsi sebagai upaya untuk membangun literasi masyarakat baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai ke tingkat desa
Melalui penciptaan kewirausahaan sederhana dalam rangka memberikan keterampilan kepada masyarakat lewat strategi program transformasi dapat dimanfaatkan secara optimal. Alhasil, perpustakaaan menjadi ruang berbagi pengalaman, belajar kontekstual sekaligus berlatih keterampilan.
Baca Juga: Perpustakaan Tutup Gegara Pandemi, Bocah Ini Justru Bikin Buku Sendiri
Masyarakat yang berkegiatan di perpustakaan, lanjut Deni, mendapatkan pelatihan dan bimbingan diantaranya kewirausahaan termasuk didalamnya meningkatkan peluang kerja, pendapatan melalui berbagai pelatihan dan sharing pengetahuan sehingga tercipta keluarga dan masyarakat yang sejahtera.
“Mari kita jadikan perpustakaan sebagai tempat untuk memacu kreativitas dan inovasi guna mengkapitalisasi budaya lokal. Mengembangkan ketrampilan berbasis potensi lokal agar mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan,” urai dia.
Ia mencontohkan pemberdayaan kaum wanita atau ibu-ibu dengan segala potensi yang dimiliki melalui pelatihan dan pendidikan keterampilan. Mengenalkan teknologi dan memberikan pelatihan kepada para pemuda guna mengembangkan potensi diri secara optimal, sehingga dapat menjadi generasi yang berkualitas.
Sementara itu, Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mengatakan terdapat empat hal objektif untuk literasi dan Perpusnas.
Objektif pertama adalah terkait dengan kondisi saat ini yang sedang darurat pendidikan kita termasuk bagaimana kesulitan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Hingga hari ini, yang saya cek PJJ hanya dilaksanakan hanya 30 persen. Itu artinya hampir pasti literasinya akan berkurang. Diperlukan keterlibatan banyak pihak. terutama gerakan literasi yang diinisasi bukan hanya oleh Perpusnas tapi seluruh elemen masyarakat,” kata Syaiful Huda.
Syaiful Huda meyakini Perpusnas sudah mengambil terobosan tinggal bagaimana prakasa inisiatif ke pelosok Indonesia.
Selama ini Komisi X DPR juga mendorong untuk menaikan anggaran Perpusnas supaya bisa meningkatkan program kerjanya lebih maksimal.
"Saya meyakini Perpusnas sudah merumuskan itu. walaupun terbatas anggarannya," tambah Syaiful Huda.
Kemudian yang kedua, adalah menyangkut soal terkait ranking PISA yang mana Indonesia masih menempati peringkat bawah.
"Kita masih sangat buncit untuk ranking PISA kita. Salah satu elemen yang dibahas adalah literasi yang dibahas adalah aspek literasi. Inilah yang banyak anak yang membaca tapi tidak mengerti dibalik yang dibahas," jelas Syaiful.
Gerakan literasi harus menjadi arus utama dan menjadi kepedulian semua pihak. Pada ranah pemerintah, Perpusnas didorong untuk melakukan inisiatif, yang mana gerakan literasi menjadi kebutuhan penting untuk kemajuan Indonesia pada masa depan.
Objektif ketiga, lanjut Syaiful Huda, adalah ketersediaan buku terutama di daerah terpencil.
Syaiful Huda menambahkan pihaknya menyadari bahwa masyarakat Indonesia bukan tidak mau membaca tetapi permasalahannya adalah akses bahan bacaan yang terbatas.
"Ini yang harus kita dorong, bagaimana anak-anak bisa memegang buku. Ini kita dorong secepatnya, supaya akses literasi bisa sampai ke daerah. Bagaimana sarana dan prasarana bisa diakses oleh anak didik," ucapnya.
Syaiful Huda mengapresiasi kerja sama Perpusnas dengan desa untuk mempercepat akses literasi.
Objektif keempat, DPR juga memiliki tanggung jawab moral dalam gerakan literasi.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar anggota DPR yang mempunyai kelebihan rezeki menyisihkan untuk gerakan literasi tersebut.
Jumlah anggota parlemen di Tanah Air mencapai 18.000 orang, jika semuanya menjawab dengan hibah lima buku saja per bulan, maka target gerakan literasi dapat tercapai dengan mudah.