Suara.com - Dengan telah diundangkannya UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja per tanggal 2 November, maka Omnibus Law UU Cipta Kerja sudah resmi berlaku. Menanggapi hal itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama buruh Indonesia mengaku kecewa dan menyatakan menolak dan meminta agar undang-undang tersebut dibatalkan atau dicabut.
“Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam siaran persnya yang diterima Suara.com, Selasa (3/11/2020).
Menurut kajian dan analisa yang dilakukan KSPI secara cepat setelah menerima salinan UU No 11 Tahun 2020 khususnya klaster ketenagakerjaan, ditemukan banyak pasal yang merugikan kaum buruh. Beberapa pasal tersebut antara lain:
Berlakunya Kembali Sistem Upah Murah
Hal ini terlihat dengan adanya sisipan Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
Penggunaan frasa “dapat” dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah.
"Kita ambil contoh di Jawa Barat. Untuk tahun 2019, UMP Jawa Barat sebesar Rp 1,8 juta. Sedang UMK Bekasi sebesar Rp 4,2 juta. JIka hanya ditetapkan UMP, maka nilai upah minimum di Bekasi akan turun," ucapnya.
Dengan kata lain, berlakunya UU Cipta Kerja menurut Said Iqbal mengembalikan kepada rezim upah murah. Hal yang sangat kontradiktif, apalagi Indonesia sudah lebih dari 75 tahun merdeka.
Apalagi ditambah dengan dihilangkan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMSK dan UMSP), karena UU No 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 89 UU No 13 Tahun 2003.
Baca Juga: Kecewa dengan Jokowi, Buruh Langsung Gugat UU Cipta Kerja Hari Ini
"Dihilangkannya UMSK dan UMSP sangat jelas sekali menyebabkan ketidakadilan. Bagaimana mungkin sektor industri otomotip seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai Upah Minimum nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara," ucapnya.