Suara.com - Enam terdakwa kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya telah divonis majelis hakim PN Jakarta Pusat dengan hukuman seumur hidup. Dua di antaranya adalah Dirut PT Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dijerat dengan pasal pencucian uang sehingga harus mengganti kerugian negara lebih dari Rp 16 triliun.
“Vonis berat ini jadi efek jera bagi para koruptor. Saya selaku pelapor mengapresiasi hakim dan kejaksaan yang menegakan keadilan dan puas dengan hukuman seumur hidup ini,” kata koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dalam keterangannya, Rabu (28/10/2020).
Vonis berat tersebut kata Boyamin sejalan dengan rasa keadilan yang diharapkan 2,3 juta nasabah Jiwasraya karena uang mereka tak kunjung bisa dicairkan.
Hakim pun melihat pemberatan bagi para terdakwa adalah banyaknya para nasabah yang menjaminkan dana hari tua, biaya pendidikan anak dan kebutuhan berobat mereka.
Baca Juga: Karangan Bunga Korban Jiwasraya Hiasi Gedung Kejagung RI
“Karena gagal bayar, banyak yang kesulitan membiayai anaknya sekolah, orang tua tidak bisa menikmati hari tuanya, biaya untuk berobat dan sebagainya. Ini bisa jadi pertimbangan hakim,” kata Boyamin.
Disisi lain adalah munculnya dampak yang memberatkan keuangan negara di kasus ini, yang mana negara harus mempersiapkan dana Rp 22 triliun untuk penyelamatan Jiwasraya. Efek domino lain adalah hilangnya kepercayaan publik di sektor industri keuangan.
“Jadi sudah benar itu, hakim menyatakan kejahatan ini juga dibebankan uang pengganti karena negara nombok untuk penyelamatan nasabah dan mengembalikan kepercayaan publik,” ucapnya.
Pasca putusan tersebut, Boyamin mendorong agar Kejaksaan Agung terus mengejar aset yang harus disita dan mengembangkan kasus ini ke pihak-pihak lain.
"Tak hanya itu, Kejagung dan majelis hakim harus segera menyelesaikan 13 tersangka dari pihak manajer investasi dan satu orang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan jabatan Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II A, Fakhri Hilmi," kata Boyamin.
Baca Juga: Nasabah WanaArtha Life Protes Usai Putusan Sidang Jiwasraya
Senin 26 Oktober, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memutus Bentjok dengan hukuman seumur hidup dan uang pengganti kerugian negara Rp 6,078 triliun. Sedangkan Heru harus mengganti uang Rp 10 triliun dan hukuman kurungan badan yang sama.
Sebelumnya, pakar hukum Acara Pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan jika ganti rugi itu adalah bentuk kewajiban terdakwa yang menjadi hutang untuk dilunasi di masa mendatang.
“Penjara badan dan denda itu sifatnya pidana sedangkan ganti rugi itu sifatnya perdata. Maka, kalau tidak bisa di bayar dan terdakwa mati maka itu akan jadi tanggung jawab ahli waris untuk mengganti. Konsep hukum kita ganti rugi itu adalah hutang, selama belum mati,” kata Abdul.
Abdul menjelaskan lebih jauh, ganti rugi yang fantastis itu merupakan penambahan hukuman yang setimpal. Dengan ganti rugi yang bersifat perdata, maka perampasan harta tidak hanya perampasan harta yang ada saat ini, melainkan potensi harta yang akan ada di masa yang akan datang dan berimplikasi pada kewajiban ahli waris untuk melunasinya.
Sementara itu, empat terdakwa lainnya telah berstatus terpidana adalah Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto, mantan petinggi PT Asuransi Jiwasraya, Direktur Utama 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan 2008-2018 Hary Prasetyo, serta Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan dengan hukuman badan seumur hidup dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan.