Suara.com - Sebagai upaya peningkatan perlindungan pada pekerja migran Indonesia (PMI), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memberikan sanksi administratif berupa skorsing kepada dua Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), yakni PT BM dan PT ASR. Keduanya terbukti melakukan berbagai pelanggaran dalam proses penempatan PMI.
"Sanksi skorsing diberikan sebagai salah satu upaya Kemnaker untuk meningkatkan pelindungan PMI dan melakukan pengawasan yang lebih baik terhadap P3MI," kata Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker, Suhartono, melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Selasa (20/10/2020).
Ia mengungkapkan, PT BM diberikan sanksi karena terbukti melakukan pelanggaran dengan menempatkan 83 PMI tak sesuai jabatan dan jenis pelanggaran sebagaimana tercantum dalam perjanjian kerja, serta tidak memenuhi hak-hak PMI yang seharusnya diterima. PT ASR dijatuhkan sanksi atas pelanggaran yang sama terhadap 16 PMI.
"Sanksi kepada dua perusahaan ini berdasarkan Permenaker Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengenaan Saksi Administratif Dalam Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan PMI dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia," ujar Suhartono.
Baca Juga: Kemnaker Apresiasi Pegiat LSM yang Peduli pada Para Pekerja Anak
Ia menambahkan, agar sanksi berjalan efektif, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), imigrasi, dan dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi, kabupaten/kota, serta stakeholder terkait.
Menurut Suhartono, Kemnaker terus berkomitmen meningkatkan pelindungan terhadap PMI dengan melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan penempatan.
"Kemnaker akan menindak tegas terhadap setiap pelanggaran, dan akan menindaklanjuti setiap bentuk pelanggaran pidana ketenagakerjaan melalui Kordinasi dengan kepolisian," ujarnya.
Suhartono mengungkapkan, sejak tahun 2012 sampai Maret 2020, Kemnaker telah melakukan skorsing atau pembekuan terhadap 505 P3MI. Masalah utama penyebab diskorsingnya P3MI adalah menempatkan ke Hong Kong tanpa mendaftarkan PMI di Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN), merekrut calon PMI tanpa Surat Izin Perekrutan (SIP), dan tidak memberikan pelindungan sesuai perjanjian penempatan.
Sejak 2012 sampai Maret 2020, Kemnaker juga sudah mencabut sebanyak 252 P3MI.
Baca Juga: Kemnaker Luncurkan Program Pengembangan Kesempatan Kerja di Masa Pandemi
"Tiga masalah yang mendominasi yakni tidak menambah bilyet deposito sebesar Rp1,5 miliar sesuai dengan Permenaker Nomor 10 Tahun 2019, terlambat mengajukan perpanjangan, dan merekrut serta menempatkan secara unprosedural," kata Suhartono.