Chatib Basri Sebut Rekening Kaum Borjuis Makin Gendut di Tengah Pandemi

Selasa, 13 Oktober 2020 | 15:25 WIB
Chatib Basri Sebut Rekening Kaum Borjuis Makin Gendut di Tengah Pandemi
Chatib Basri. (Antara/Andika Wahyu)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ekonom Senior Chatib Basri mengungapkan fenomena unik kelas menengah ke atas saat pandemi virus corona covid-19.

Dia mengatakan, dalam situasi pandemi, tabungan modal milik orang kayak semakin bertumpuk.

"Mereka kelas menengah atas enggak spending, wajar kalau tabungan mereka makin banyak di tengah pandemi, karena kebanyakan duit mereka masih ke stock market (pasar saham)," kata Chatib dalam sebuah webinar, Selasa (13/10/2020).

Menurut mantan Menteri Keuangan ini, masyarakat kelas menengah atas sebenarnya cukup mengkhawatirkan pandemi, sehingga kaum borjuis memilih memperbanyak tabungan pribadi.

Baca Juga: Terungkap Alasan Tabungan Orang Kaya Makin Banyak Meski Pandemi

"Mereka ini berjaga-jaga, takut ke depan situasinya semakin buruk dan mereka enggak punya tabungan. Mereka juga takut kalau terkena covid-19 makanya stay at home. Mereka enggak bisa berbelanja," kata Chatib Basri.

Daya beli yang merosot di tengah pandemi virus corona atau covid-19 ternyata juga disumbangkan dari malasnya orang kaya Indonesia untuk berbelanja.

Hal ini yang membuat roda perekonomian tak bergerak kencang sepanjang kuartal II 2020, di mana harus terjerembab negatif di level 5,32 persen.

Hal tersebut dikatakan Sekretaris Eksekutif 1 Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Raden Pardede dalam telekonferensi video.

"Kita harus akui bahwa pandemi ini menggantarkan mereka yang lebih punya uang, yang relatif lebih senior, yang kita ketahui yang senior-senior ini punya lebih banyak uang. Mereka tidak mau berbelanja, mereka tidak mau berinvestasi, kecuali kepada hal-hal esensial," kata Pardede.

Baca Juga: Chatib Basri Minta Pemerintah Tak Ngoyo Pasang Target Pertumbuhan Ekonomi

Sebetulnya, kata Pardede, angka konsumsi masyarakat Indonesia bisa jauh lebih baik lagi, jika para kalangan borjuis ini mau berbelanja.

Tapi Pardede menyayangkan orang-orang kaya itu tidak berbelanja sepanjang kuartal II lalu.

"Tidak serta merta daya beli yang turun, tapi memang dia (kalangan atas) tidak mau berbelanja," kata dia.

Yang membuat kalangan atas ini enggan untuk berbelanja adalah alasan kesehatan. Mereka lebih baik berdiam di rumah saja, dibandingkan keluar karena bisa terancam penularan virus corona.

"Karena tidak adanya keamanan terhadap kesehatan, karena covid-19 itu menggentarkan kalangan senior itu. Makanya pemerintah sekarang menjalankan program Indonesia Sehat, untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat virus ini bisa kita tangani dengan baik," katanya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 bergerak negatif 5,32 persen, merupakan angka pertumbuhan terendah sejak tahun 1999 atau saat Indonesia mengalami krisis moneter (krismon).

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), dana pihak ketiga (DPK) perbankan pada Agustus 2020 tumbuh 10,9 persen menjadi Rp 6.228,1 triliun, melanjutkan kenaikan bulan sebelumnya sebesar 7,7 persen.

Secara umum, simpanan berjangka mencatat peningkatan dari 5,5 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 5,9 persen (yoy), bersumber dari simpanan berjangka rupiah terutama di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Giro mengalami peningkatan pertumbuhan dari 11,2 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 22,2 persen (yoy) pada Agustus 2020 baik dalam valuta rupiah maupun valas, khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Sementara itu, tabungan tercatat meningkat dari 8,2 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 10,2 persen (yoy) terutama disebabkan tabungan rupiah dan valas di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI