Suara.com - Ekonom Senior Chatib Basri mengungapkan fenomena unik di tengah pandemi virus corona atau Covid-19. Menurutnya, di situasi seperti ini justru tabungan yang dimiliki orang kaya semakin banyak.
"Mereka kelas menengah atas engga spending, wajar kalau tabungan mereka makin banyak di tengah pandemi, karena kebanyakan duit mereka masih ke stock market (pasar saham)," kata Chatib dalam sebuah webinar, Selasa (13/10/2020).
Menurut mantan Menteri Keuangan era SBY ini, masyarakat kelas menengah atas cukup khawatir akan pandemi virus corona, sehingga kalangan borjuis ini lebih memilih untuk memperbanyak tabungan pribadinya.
"Mereka ini berjaga-jaga takut ke depan situasinya makin buruk dan mereka engga punya tabungan. Dia juga takut kalau dia kena pandemi makanya mereka stay at home, mereka engga bisa berbelanja," katanya.
Baca Juga: Nia Ramadhani Beri Rahasia Penampilannya, Warganet: Orang Kaya Mah Bebas
Daya beli yang merosot di tengah pandemi virus corona atau Covid-19 ternyata juga disumbangkan dari malasnya orang kaya Indonesia untuk berbelanja.
Hal ini yang membuat roda perekonomian tak bergerak kencang sepanjang kuartal II 2020, dimana ekonomi harus terjerembab negatif.
Hal tersebut dikatakan Sekretaris Eksekutif 1 Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Raden Pardede dalam sebuah video teleconference.
"Kita harus akui bahwa pandemi ini menggantarkan mereka yang lebih punya uang, yang relatif lebih senior, yang kita ketahui yang senior-senior ini yang punya lebih banyak uang, mereka tidak mau berbelanja, mereka tidak mau berinvestasi, kecuali kepada hal-hal esensial," kata Pardede.
Sebetulnya kata Pardede angka konsumsi masyarakat Indonesia bisa jauh lebih baik lagi, jika para kalangan borjuis ini mau berbelanja.
Baca Juga: Peter Gontha: Orang Kaya Beri Masukan Penanganan Covid Malah Banyak Dicela
Tapi sayangnya itu tidak dilakukan sepanjang kuartal II lalu.
"Tidak serta merta daya beli yang turun, tapi memang dia (kalangan atas) tidak mau berbelanja," kata dia.
Yang membuat kalangan atas ini enggan untuk berbelanja kata Pardede adalah alasan kesehatan, mereka lebih baik diam di rumah saja dibandingkan keluar rumah karena bisa terancam penularan virus corona.
"Karena tidak adanya keamanan terhadap kesehatan, karena Covid-19 itu menggentarkan kalangan senior itu, makanya pemerintah sekarang menjalankan program Indonesia Sehat, untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat virus ini bisa kita tangani dengan baik," katanya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 yang tumbuh negatif 5,32 persen merupakan angka pertumbuhan terendah sejak tahun 1999 atau saat Indonesia mengalami krisis moneter (krismon).
Dari data Bank Indonesia (BI) mencatat, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan pada Agustus 2020 tumbuh 10,9 persen menjadi Rp 6.228,1 triliun, melanjutkan kenaikan bulan sebelumnya sebesar 7,7 persen.
Secara umum, simpanan berjangka mencatat peningkatan dari 5,5 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 5,9% (yoy), bersumber dari simpanan berjangka rupiah terutama di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Giro mengalami peningkatan pertumbuhan dari 11,2 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 22,2 persen (yoy) pada Agustus 2020 baik dalam valuta rupiah maupun valas, khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Sementara itu, tabungan tercatat meningkat dari 8,2 persen (yoy) pada Juli 2020 menjadi 10,2 persen (yoy) terutama disebabkan tabungan rupiah dan valas di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah.