Arcandra Tahar Sebut Industri Migas Penuh Risiko dan Mahal

Jum'at, 09 Oktober 2020 | 12:55 WIB
Arcandra Tahar Sebut Industri Migas Penuh Risiko dan Mahal
Mantan Wakil Menteri ESDM 2016-2019 Arcandra Tahar. [Antara/Agung Rajasa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Industri eksplorasi minyak dan gas (migas) yang penuh risiko dan berbiaya besar dapat dikelola dengan baik jika didukung dengan penguasaan teknologi dan pemahaman yang baik terhadap aspek komersialnya.

Sejumlah proyek strategis di PGN yang dikerjakan dengan mengedepankan aspek teknologi dan komersial berhasil mendorong adanya efisiensi triliunan rupiah dana perusahaan.

Demikian paparan dari mantan Wakil Menteri ESDM 2016-2019 Arcandra Tahar saat menjadi pembicara dalam diskusi online bertema Strategi Mengoptimalkan Profesional Brand yang digelar mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sepuluh Nopember Surabaya (FT ITS).

Dalam kesempatan ini Arcandra yang juga Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN) mengatakan, ada dua aspek utama yang biasanya menjadi subyek dari setiap proyek migas, yaitu teknologi dan komersial.

Baca Juga: Ahok Bentuk Tim Khusus Bongkar Mafia Migas di Pertamina

"Jika dua aspek itu dijadikan sebagai patokan utama dalam membangun dan mengembangkan sebuah proyek, Inshaa Allah hasilnya akan optimal dan memberi manfaat luas ke masyarakat. Proyek pipa minyak PGN di Riau bisa dihemat Rp 2,1 triliun dan ada beberapa proyek lagi yang penghematannya juga sangat besar," tegasnya di akun Instagram @arcandra.tahar, dikutip Jumat (9/10/2020).

Lebih lanjut Arcandra menuturkan, untuk berhasil menjadi profesional di industri, seperti halnya industri migas, maka seseorang harus memiliki karakter kuat yang didukung dengan kompetensi dan trustworthy.

"Kompetensi disini meliputi pengetahuan, skill dan pengalaman yang sudah terbukti dan teruji hasilnya. Seorang profesional yang baik harus punya keinginan untuk membuat sebuah rencana perubahan dan berani menjalankan rencana itu hingga berhasil," tuturnya.

Arcandra menambahkan, di dunia yang sudah sangat terintegrasi dengan teknologi dan internet ini, branding banyak digunakan untuk mensukseskan seseorang, perusahaan dan juga berbagai produk yang dihasilkan oleh orang atau perusahaan itu.

Namun, branding bukanlah tujuan. Yang utama seseorang/organisasi harus tetap memiliki value yang berharga sehingga keberadaannya dibutuhkan.

Baca Juga: Tender Kilang Olefin Diduga Menyimpang, Ahok Diminta Lawan Mafia Migas

Ia lalu menunjuk kesuksesan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi yang bertahun-tahun berada di level teratas sepakbola dunia. Branding personal mereka luar biasa, tidak pernah turun dan bahkan bisa mengontrol pasar/kontrak ke klub maupun kontrak komersial lainnya.

Lalu apa yang dilakukan Ronaldo dan Messi? Pastinya mereka bekerja lebih keras, lebih disiplin dan selalu memberikan 1000 persen kemampuannya untuk profesinya. Itu tercermin dari prestasinya yang luarbiasa dan konsisten selama bertahun-tahun.

"Bicara tentang Ronaldo dan Messi selalu bicara tentang gelar juara, rekor dan gol. Dan Itulah value seorang Ronaldo dan Messi yang membuat branding personal mereka menjadi mahal," tambah Arcandra.

Menurutnya tuntutan yang sama juga berlaku di dunia kerja lainnya. Selama punya value berharga, yang mampu memberikan nilai tambah yang semakin besar, maka branding personal juga akan bertambah kuat.

Bagaimana membangun value berharga? Menurut Arcandra hal itu dimulai dari diri sendiri. Yaitu bagaimana mengenali potensi, kekuatan, kelebihan serta kekurangan diri sendiri. Dengan begitu setiap individu bisa memilih cara terbaik untuk mengasah potensi itu menjadi value personal.

"Dari sana kita dapat menentukan lingkungan seperti apa yang tepat untuk mengembangkan value tersebut, sehingga dapat memberikan kontribusi yang punya arti fundamental, baik kepada perusahaan maupun masyarakat," imbuhnya.

Arcandra berpesan kepada para mahasiswa, jika kelak menjadi seorang profesional, pejabat atau pelaku usaha, teruslah untuk mengasah value hingga ujung dunia. Jadilah "seorang pebalap Formula One" bukan sopir biasa agar bisa bertarung di tingkat dunia.

"Karena itulah penting sekali bagi kita untuk selalu fokus pada subtansi dan bukan sibuk memperbincangkan aroma, yang belum tentu kontribusi dan manfaatnya," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI